Kematian adalah Sahabat Kehidupan

“Kematian adalah sahabat kehidupan. Ia memberikan arah dan harapan, akan perjumpaan kembali dengan Dia Yang Maha Hidup. Kepastiannya tak perlu kau risaukan. Maknanya bagi hidupmu lah yang perlu kau nikmati.”

Sebuah nasihat pernah hadir, mengatakan bahwa mengingat mati adalah obat mengatasi kebiasaan berbuat buruk. Sebab diri yang sering mengingat mati, tentunya khawatir jika ia mati sedang dalam melakukan keburukan. Maka mengingat mati, seringkali merupakan pencegah perilaku buruk.

Tak percaya? Coba saja. Setiap kali muncul keinginan berbuat buruk, segeralah pikirkan kemungkinan bahwa bisa saja saat itu kematian datang. Pikirkan dengan begitu jelas, terang, dan nyata. Lalu tandai, adakah masih tersisa keinginan berbuat buruk itu?

Ya, biasanya ia segera sirna. Jika pun masih ada, maka kita perlu waspada, bahwa hati ini begitu tebal diselimuti hitamnya dosa, hingga cahaya iman meredup sedemikian parahnya. Tapi tak perlu putus asa. Teruslah mengingat kematian, perlahan legamnya dosa kan terkikis.

Maka kematian, memang bukanlah sesuatu yang layak ditakuti. Ia justru adalah sahabat kehidupan. Sebab adanya kehidupan, memang beriring dengan adanya kematian. Bayangkan jika tak ada insan yang mati, betapa penuh dunia ini. Kematian insan, memberi ruang bagi insan muda tuk memiliki andil dalam membangun kehidupan.

Sisi lain, kematian, tak lain sejatinya adalah pintu gerbang menuju keabadian. Takkan mungkin jiwa kembali pada Penciptanya, Kekasih yang dirindunya, jika tak melewati gerbang kematian. Maka para pencinta memang ada rasa gentar, namun rindunya lebih besar. Hingga ia sibuk memikir bekal yang kan dibawa pulang, daripada beberapa saat ajal yang menurut kabar memiliki tingkat rasa sakit tak tertahankan makhluk hidup itu. Ya, bekal itulah yang jauh lebih penting. Jiwa yang banyak bekal, kan diringankan. Yang sebaliknya kan disulitkan. Maka bekal, tak lain adalah obsesi jiwa yang rindu mudik pada Penciptanya.

Demikianlah, kematian adalah pemberi arah, dan harapan. Diri yang mudah galau, seketika teguh ketika diajak merenungi akhir hidup seperti apa kah yang ingin dimiliki. Ia pasti, dan tiba-tiba. Maka tak layak sedetik terlewat tanpa sibuk menambah perbekalan.

Renungilah kematian, lalu berjalanlah dengan tegak. Sebab sejatinya tidaklah ia hadir, melainkan kala tugas kita telah selesai. Maka selesaikanlah. Lalu bersiaplah pulang.

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *