“Sakit adalah saat bagi diri untuk mengenal tubuh lebih baik. Memahami apa yang terjadi. Mengenali apa yang mungkin terabaikan. Maka tiada yang layak diucap selain rasa syukur.”
Akar dari kebanyakan masalah adalah ketidakseimbangan. Demikian sebuah nasihat pernah sampai pada kami. Yang berarti pula bahwa tak akan ada masalah jika semuanya seimbang.
Ah, semudah itu kah?
Ya, semudah itu.
Lalu, mengapa orang yang berusaha hidup seimbang masih terserang penyakit, terkena masalah?
Sebab memang tabiat hidup yang tak pernah berhenti berada pada satu keseimbangan saja. Hidup harus lah bergerak. Jika tak bergerak, mati lah sudah. Maka gerakan ini pastilah menciptakan ketidakseimbangan baru, yang menunggu untuk diseimbangkan lagi.
Maka jadi masuk akal bahwa sakit, yang disebabkan adanya ketidakseimbangan itu, adalah jalan untuk mengenal diri. Betapa tidak? Melalui sakit lah kita jadi paham cara kerja tubuh, apa yang pas dalam waktu kapan. Tanpa sakit, mungkin kita akan terus berkubang dalam ketidakseimbangan yang berujung pada kematian mendadak. Betapa tragisnya, ketika kematian datang tanpa sempat menjadikan diri ini lebih pandai.
Demikianlah, selayaknya kita memang perlu terus mengelola baik sangka atas setiap keadaan. Baik sangka akan membukakan pinti hati agar mudah menjamu hikmah. Sedemikian sehingga kita akan sampai pada titik saat keluhan terhenti, berganti syukur. Sebab setiap kali hadir sakit, harap pun terbit, bahwa jiwa kita sedang dimatangkan.