“Keluhanmu, takkan mengubah takdirmu. Tapi syukurmu, bisa jadi.”
Keluhan, adalah kewajaran yang lahir sebab tertutupnya mata dari jutaan makna yang terhampar di hadapan. Ungkap sebuah nasihat lama, “Gajah di depan mata tak tampak, semut di ujung lautan tampak.” Inilah tabiat diri, lebih mudah mengenali nan jauh, daripada nan dekat.
Adalah Tuhan telah menyajikan kehidupan di hadapan, berikut tak terhitung nikmatnya. Sungguh, membuka hati sedikit saja kan menjadikan mata tertegun akan begitu banyaknya hal yang lalai tersyukuri. Seorang guru pernah bertanya, “Maukah kau tukar sebelah matamu dengan uang 1 miliar? Tidak? Ah, berarti kau sungguh miliarder, sebab di kepalamu terpasang 2 buah mata yang harganya lebih dari 1 miliar.”
Ya, ini baru urusan mata. Bagaimana dengan setiap jengkal nikmat yang telah Dia berikan cuma-cuma di tubuh ini? Dan ini pun baru urusan tubuh. Belum lagi urusan alam. Pernahkah kau sadari, wahai diri, betapa mudahnya Tuhan atur kau ada di daerah bencana? Tapi Dia letakkan kau disini, membaca sebuah tulisan dengan aman dan damai. Berapakah harga keamanan dan kedamaian ini, jika bukan tak lebih dari 1 triluin?
Maka diri ini sungguh tak layak mengeluh. Ya, keluhan takkan mengubah takdir. Apa pasal? Sebab keluhan adalah kelancangan! Betapa tidak lancang, diri menuntut terjadinya sesuatu, padahal Tuhan sedang aturkan sesuatu yang lebih baik dari yang ia minta?
Tapi syukur, ya syukur, lain ceritanya. Syukur adalah ungkapan tahu diri. Tahu bahwa diri ini sudah begitu banyak berutang budi, maka wajiblah nikmati apa yang tersedia di hadapan, alih-alih mengeluhkan apa yang diinginkan. Syukur adalah wujud kenali apa yang kau terima, hingga tahu persis bahwa ia begitu berharga, bahwa pengaturanNya sempurna.
Pintu-pintu nikmat itu jelas-jelas di hadapan, disediakan tanpa permintaan, hingga mengenalinya akan membuka cakrawala keindangan dunia. Ingatlah akan sebuah syair indah, “Aku mengetuk, lama, tak ada yang menjawab. Baru kemudian kusadari, aku mengetuknya dari dalam.” Ingatlah pula akan jaminanNya, bahwa kan ditambahkan nikmat bagi sesiapa yang bersyukur kepadaNya.
Jika Dia tak kau percayai, wahai diri, lalu siapa?
Mantap Mas. Akhir-akhir ini Bandung semakin macet. Tatkala mata hati ini terbuka ternyata banyak pernak-pernik indah di setiap sudut jalan yang terlewatkan selama ini. Terima kasih inspirasinya untuk salah satu status Mas Teddi beberapa waktu lalu.
alhamdulillah, diingatkan lagi dengan tulisan ini…karena tergesa-gesa, fokus pun pudar.
Sebab keluhan terbaik pun takkan mampu menemukan hakikat sejati dari sebuah permasalahan.
Alhamdulillah, semoga dengan saling mengingatkan akan menambah rasa syukur dan mengurangi keluhan.
Terimakasih Pak Teddi
thanks mas atas reminder, sungguh tulisan yang menggugah. Kita tdk punya hak untuk komplain kepada Allah tp do’alah yg harus kita panjatkan ketika kita mengharap sesuatu dari-Nya
Maluuuu.. Karna msh suka ngeluh dgn hal2 yg sepele (⌣́_⌣̀) (╥﹏╥)
Astaghfirullah..
Betapa banyak nikmat syukur dgn hanya melihat diri ini saja