Pikiran dan Perasaan Itu Seperti Otot

“Sabar dan syukur adalah buah latihan. Sebab pikiran dan perasaan layaknya otot, yang kokoh saat teguh dibiasakan.”

Perhatikan para atlit angkat beban, adakah sejak lahir mereka telah sanggup mengangkat seberat itu? Tentu tidak. Berawal dari yang sedikit, bertahap mereka menguat hingga puluhan kilo. Juga para pesenam, adakah kelenturan tubuh mereka terjadi tiba-tiba? Jelas tidak. Ribuan jam latihan yang melelahkan—bahkan tak jarang menumpahkan air mata—adalah jalan yang dilalui jauh sebelum medali diraih.

Sisi lain, ajaklah orang-orang yang jarang berolah raga untuk berlari keliling lapangan. Tak perlu beberapa menit untuk membuat mereka terengah-engah dan segera berhenti. Tentu kita sepakat bahwa bukan sebab tubuh mereka yang tak difasilitasi dengan kemampuan berlari, melainkan karena tubuh itu tak pernah dilatih sungguh-sungguh.

Sebagaimana tubuh, begitu pula pikiran dan perasaan. Keduanya layaknya otot, yang menguat dan melentur kala dilatih. Maka sabarmu, wahai diri, kan meningkat seiring latihanmu menikmati setiap kejadian, mengurai segenap pengalaman, meraih jutaan hikmah. Begitu pun syukurmu, kan meninggi bersama latihanmu menelisik kebaikan di antara prasangka keburukan, menelusuri anugerah dalam kubangan kesulitan.

Bukan kau tak sabaran, wahai diri. Sama sekali bukan. Kau hanya perlu terus teguh melatih jiwamu, menundukkan nafsumu. Bukan pula kau kufur nikmat, wahai diri. Kau hanya perlu membersihkan pandangan dari melulu menatap pada apa yang tak kau miliki, hingga lalai pada apa yang ada dalam genggaman.

Berlatihlah, dan jangan pernah menyerah hingga napas terhenti. Sebab kita tak tahu pasti, pada latihan yang mana ridhaNya kan tercurah. Jatuh itu biasa, selama kita selalu bangkit lagi.

Spread the love

4 thoughts on “Pikiran dan Perasaan Itu Seperti Otot

Leave a Reply to teddiprasetya Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *