“Cibiran, kerapkali adalah cara-cara membangunkan jiwa-jiwa yang lengah, tuk bangkit dan berjuang.”
Sebuah nasihat bijak pernah berucap, “Dia yang mendengar kala dibisiki, tak perlu diteriaki.” Merenunginya, sampai lah kita pada pemahaman bahwa kadang diri ini abai pada peringatan-peringatan kecil, hingga datangnya peringatan besar. Barulah kita tersadar, dan terburu-buru melakukan perbaikan sebab keadaan telah hampir tak tertolong. Padahal tiadalah hal yang besar, kecuali selalu diawali dengan tanda-tanda. Setiap keruntuhan ada tanda-tanda, begitu pula setiap kebangkitan.
Maka insan yang peka pada tanda-tanda, lalu menekuni perbaikan-perbaikan kecil, amat jarang tertimpa hal besar. Sebab bisikan saja telah ia tanggapi, maka tak perlu lah ia diteriaki. Nah, jika kita harus diteriaki, mungkin memang karena bisikan-bisikan itu terlewat begitu saja.
Jiwa-jiwa yang lengah, seringkali abai pada nasihat baik nan lembut. Apalagi jika ia disampaikan oleh orang yang dekat, yang sayang pada dirinya. Kala itu lah, sebuah bisikan tak disimak, hingga menunggu waktu sebuah teriakan tuk membahana. Jiwa-jiwa yang lengah, kerapkali baru terbangun dan berjuang, kala sebuah cibiran terasa begitu menyakitkan. Sebab di ambang kejatuhan, tak ada pilihan lain selain menjalankan langkah dengan penuh kesungguhan.
Maka jangan sibuk menanggapi cibiran, wahai diri, sebab ia hadir seringkali karena kelengahanmu sendiri. Namun kelengahan itu manusiawi, selama kau segera berbenah diri. Ia kan sirna, segera setelah kau menjelma insan yang lebih baik.