“Ada insan yang memukau matamu, tapi tak berbekas dalam hatimu. Ada insan yang tak menarik matamu, tapi tertinggal dalam hatimu.”
Apa sebab mata tersedia dua buah, namun diberi penutup?
Benar. Sebab kita acapkali perlu melihat dua kali tuk bisa meyakini sesuatu. Namun penghilatan pun seringkali tertipu, maka diberilalah ia penutup berupa kelopak mata. Maknanya, kita perlu menutup mata dan masuk ke dalam, bertanya pada diri, adakah yang kita lihat benar atau tipuan semata.
Sebab ada insan yang memang begitu mudah memukau mata. Maka tengoklah ke dalam setelah melihatnya. Hapuskan penampilannya dari pikiran. Lalu tandai, adakah ia meninggalkan bekas dalam hatimu? Sebaliknya, ada insan yang tak menarik matamu. Namun setelah sekian lama bercengkerama, pejamkanlah mata, dan tandai jika ia tertinggal dalam hatimu.
Aku tak menulis ini tuk membicarakan orang lain. Namun aku ingin mengajakmu, wahai diri, tuk berkaca sendiri. Adakah kita jenis insan yang pertama atau kedua? Insan yang melulu ‘menjual’ penampilan luar, hingga tak berhasil meninggalkan jejak dalam hati? Atau insan yang telah sedemikian tulus, berkutat dengan kemurnian niat, hingga orang-orang merasakan kedamaian bersama kita?
Pada yang pertama, mari kita merenung, seberapa lama penampilan ini bisa menarik? Dan seberapa lama orang kan percaya hanya pada apa nan tampak? Perlahan, mulailah tuk masuk ke dalam, menyirami keringnya jiwa, hingga ia cerah bersemi. Pada jiwa nan demikian kita tak memerlukan pengakuan orang lain. Sebab sungguh kita berniat memberi, melayani, hingga meninggalkan jejak dalam hati.