Dijadikan dalam diri kita passion, cetak biru yang kala dijalani kan hadirkan kesungguhan meski banyak rintangan, sebab kita adalah khalifah, wakil Tuhan di muka bumi. Sungguh tugas di bumi demikian banyak, takkan sanggup dijalankan oleh segelintir orang. Tuhan ciptakan banyak makhluk untuk menjadi abdiNya, memakmurkan buminya, menggunakan untuk sebaik-baik kepentingan makhlukNya. Maka memang dijadikanlah setiap insan memiliki kecenderungan masing-masing, dibekali dengan keunikan serta kekuatannya sendiri-sendiri. Serupa puzzle, kehidupan adalah gambaran besar yang merupakan hasil penyatuan dari potongan-potongan kecil nan unik yang tak bisa saling tertukar. Namun memang, pertanyaan tentang ‘potongan mana kah saya dalam kehidupan ini?’ adalah pertanyaan yang mesti ditelusuri jawabannya, sebab ia tak tersedia begitu saja.
Maka kesukaan kita, kecenderungan kita, getaran hati kita kala menjalani hal-hal tertentu, sejatinya adalah petunjuk akan cetak biru yang Tuhan siapkan untuk kita. Namun tanda-tanda passion tak pernah terang-benderang sejak awal. Ia selalu samar-samar, yang baru semakin jelas kala telah dijalani. “Selalu ada harga yang layak tuk dibayar, untuk sesuatu yang bernilai,” ujar nasihat bijak. Maka passion memang mesti ditelusuri, ditelaah, diteliti, dijalani, disungguhi, baru lah ia menunjukkan keaslian wujudnya.
Saya teringat seseorang yang sejak mudah memiliki kegemaran melakukan pilah-pilih barang yang akan dibeli secara teliti di tempat belanja. Menemaninya sungguh memerlukan kesabaran, sebab ia bisa membanding-bandingkan dengan tekun selama berjam-jam. Saya tak pernah menyadari kegemarannya itu sebagai sebuah bakat, sampai saya mendapati apa yang kini ia jalani. Bertahun-tahun kemudian sejak saya menyadari kegemaran itu, saya melihat ia kini memiliki salah satu usaha sebagai penyedia layanan tur ke luar negeri, ala backpacker. Tur ala backpacker, menghendaki kita untuk teliti dan cermat mencari rute perjalanan paling nikmat dengan harga yang paling hemat. Maka sebagai penyedia jasa layanan tur seperti ini, ia memang mesti tekun menelusuri dan membanding-bandingkan satu demi satu berbagai alternatif rute, moda transportasi, tanggal keberangkatan, dsb. Sesuatu yang tak akan dengan penuh gairah saya jalani.
Saya sendiri pun memiliki jalan cerita yang hampir mirip. Saya gemar puisi sejak sekolah menengah pertama. Gemar menulis meski tak rutin. Berlanjut hingga kuliah pun demikian. Tak pernah saya bayangkan bahwa kegemaran menulis itu, menulis dengan pola bahasa yang teratur dan berusaha menambahkan pemilihan kata agar bernuansa keindahan, baru berbuah hampir 20 tahun kemudian. Saya akhirnya menerbitkan buku pertama, dan kini buku kedua. Belum termasuk ratusan kutipan nasihat yang saya sebar di twitter dan artikel-artikel lepas seperti ini yang saya pasang di blog. Saat ini saya bisa menulis 2 lembar artikel hanya dalam waktu 15 menitan saja. Yang orang jarang tahu, di tahun 2006, saya berlatih menulis setiap hari, memaksa jari-jemari meneluarkan untaian kata menjadi kalimat, hingga setelah beberapa bulan ia mampu mengalirkan ide dengan mudahnya.
Di titik ini, saya berkesimpulan bahwa passion adalah pertemuan antara kesukaan dan kesungguhan. Antara minat dan pengalaman. Ada kesukaan, namun masih samar belaka, baru nampak jelas kala disungguhi. Ada minat, tapi masih malu-malu memperlihatkan dirinya, baru terang ketika dialami sendiri dan dijalani penuh ketekunan.
Maka jangan buru-buru mengatakan sesuatu itu passion atau bukan, sebelum ada harga kesungguhan yang telah kita bayar.
Trimakasih Mas Teddi, karyanya sangat inspiratif.