“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat menghujam ke bumi, dan cabangnya menjulang ke langit.”
Ibrahim: 24
“Bapak berharap kamu yang jadi ketua OSIS,” ujar Pak Heri, Pembina OSIS di masa SMP. Kalimat pendek itu membuka mata, dan melahirkan keyakinan. Kepercayaan yang beliau berikan lewat kalimat pendek itu menghujam hati, dan menggerakkanku untuk mencoba. Tahun itu aku belum berhasil menjadi ketua. Tapi tahun itu adalah titik awal kegemaranku berorganisasi, yang terus berlanjut hingga kini. Pak Heri mungkin sudah tak ingat momen itu. Bisa jadi pula beliau tak sadar akan dampak dari apa yang beliau katakan kepadaku. Namun insya Allah kalimat pendek itu akan menjadi amal jariyah beliau yang tak pernah putus.
Ya, benarlah firmanNya, tentang kekuatan sebuah kalimat. Sungguh jangan pernah meremehkan dampak dari sebuah kalimat. Sebab kalimat yang baik serupa bibit. Kala ditanam di tempat yang subur, disirami, dirawat, ia tumbuh menjadi pohon yang tinggi dengan buah yang lebat.
Sebaik-baik kalimat adalah firmanNya. Ya, Al Qur’an itu buku yang tak tebal. Hanya 600 halaman saja. Namun lihatlah bagaimana ia telah mengubah peradaban. Sebuah bangsa di tengah gurun pasir berubah memimpin dunia. Maka kala Dia tantang manusia tuk membuat satu saja surat semisalnya, tantangan itu bukan hanya tentang kemiripan struktur kalimat, melainkan juga dampak yang bisa dilahirkan. Adakah manusia kan sanggup ciptakan sebuah buku yang mengubah peradaban demikian panjangnya, berbangsa-bangsa, tanpa berubah satu huruf pun?
Maka insan produktif adalah mereka yang gemar mengisi pikiran kalimat-kalimat yang baik. Dimulai dari firmanNya, dilanjutkan dengan penjelasan-penjelasannya. Sebab hanya dengan itulah kan jernih jiwanya, hingga jadi baik langkahnya. Lisan yang berasal dari pikiran dan hati yang bersih kan lahirkan kata-kata penuh makna. Dan kata-kata itu kan menjadi bibit pula bagi siapapun yang mendengarnya. Lalu mengalirkan kebaikan dari hari ke hari, hingga baiklah satu negeri.
Perhatikanlah kalimat yang meluncur darimu, wahai diri. Adakah ia mengandung kebaikan semata? Sebab jika tidak, keburukanlah yang meluncur darinya, lalu mengalir pula pada orang lain. Sungguh kita tak pernah tahu bagaimana tiap kalimat ini kan memengaruhi jiwa mereka. Maka pastikan, wahai diri, katakan hanya kebaikan.
“Bagaimana ku menjaganya?” tanyamu.
Dengan mengisi dirimu kalimat-kalimat yang baik pula. Mulailah dari firmanNya, sebaik-baik kalimat. Lalu dengan kalimat utusanNya. Lalu dengan kalimat pengikut-pengikutnya. Resapi tiap kalimat hingga menyelusup jauh ke dalam tiap sel dalam tubuhmu. Biarkan hikmahnya mengalir hingga menyelimuti hatimu. Lalu membimbing langkahmu. Membimbing lisanmu.
Kalimat yang baik, serupa pohon yang baik, akarnya menghujam ke bumi, cabangnya menjulang ke langit. Dikatakan menghujam ke bumi, bisa jadi sebab ia jadikan diri ini kokoh berdiri, tak takut terus berjalan dalam kebaikan, menjadi berkah bagi sesama. Sedang dikatakan menjulang ke langit, bisa jadi sebab ia mengajak diri dan orang lain meninggi, mendekatiNya.
Kalimat yang baik, adalah ia yang menyambungkan diri pada penciptaNya, dan menghubungkan diri pada sesamanya.