Menerima Diri

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”

At Tin: 4

Telah diciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk. Maka tiap insan adalah ciptaaan sempurna dalam keterbatasannya. Tak selayaknya diri ini kecewa pada apa yang diberi, sebab yang telah dimiliki adalah yang terbaik pemberianNya.

Mari sejenak berhenti di sini. Merenungi dalam-dalam satu ayat nan singkat ini.

Jika Dia telah ciptakan dalam sebaik-baik bentuk, maka rasa syukur lah yang seharusnya hadir senantiasa. Sebab telah Dia berikan yang terbaik, tak kekurangan suatu apa. Jika pun tampak kekurangan karena berbeda dengan yang lainnya, itu pun anugerah dariNya, agar dalam hidup kita saling melengkapi.

Dari rasa syukur yang terbit, berpindahlah fokus pandangan, yang semula melihat pada kekurangan, kini menandai banyaknya kelebihan. Niscaya kan terbit syukur bertambah-tambah, sebab ternyata kelebihan yang tersedia demikian melimpahnya. Telah diciptakan diri ini menjadi khalifah, menjadi wakil, tentunya dengan perbekalan yang memadai tuk mewakili.

Kusadari aku tak pandai secara akademik. Namun kutemukan bahwa minatku dalam membaca dan menulis tak terbendung. Maka sementara nilai akademikku biasa-biasa saja, kuteruskan kegemaran membaca dan menulis hingga kini. Tanpa disadari, yang kubaca jadi bahan tulisan. Dan yang kutulis bermanfaat pula bagi yang membaca.

Pada dia yang gemar bersyukur, kan dianugerahi nikmat bertambah-tambah. Sebab syukur mengarahkan pandangan, dan arah pandangan mengalirkan energi, jadilah tenaga yang dimiliki berbuah nyata. Apa yang disungguhi, tak membutuhkan waktu lama tuk melahirkan karya-karya.

Terimalah dirimu, wahai insan, agar ringan jiwamu. Sebab tak menerima diri berarti fokus pada kekurangan, pada apa yang tak dimiliki. Dan fokus pada apa yang tak dimiliki, sungguh menghabiskan banyak energi.

Menerima diri, bukanlah pasrah tanpa gerak. Menerima diri, justru adalah keyakinan bahwa apa yang diberi adalah tanda akan jalan yang Dia siapkan untuk ditekuni. Tak merduanya suaraku, bisa jadi tanda agar aku tak berharap jadi penyanyi. Namun kegemaranku belajar dan mengajar, mungkin tetanda dariNya, bahwa ada jalan tuk menjadi ‘penyanyi’ dengan ‘lagu’ yang berbeda: ‘menyanyikan’ hikmah dan ilmu pengetahuan.

Menerima diri kadang pelupa, dengan melupakan kesalahan orang lain. Menerima diri pendiam, dengan khusyuk merenung dan menemukan pemikiran-pemikiran baru. Menerima diri pemalu, dengan menghindari perbuatan buruk. Menerima diri senang bergaul, dengan berteman dengan orang-orang baik dan menjadi teman yang baik. Menerima diri gemar menghitung, dengan menjadi akuntan yang cermat. Menerima diri senang menolong, dengan tekun terjun dalam berbagai gerakan. Menerima diri teratur, dengan bekerja rapi sesuai prosedur. Menerima diri tak teratur, dengan menjadi pendesain ide-ide cemerlang.

Menerima diri..

Apa yang kau miliki, wahai insan?

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *