“Berpikirlah, dengan landasan iman.”
“Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau berbaring dan mereka memikirkan penciptaan langit serta bumi sambil berkata, ‘Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.’” (Ali Imran: 190-191)
Insan diberi akal untuk berpikir. Dari berpikir inilah ia bisa mengubah nasibnya. Nasib berubah sebab tindakan yang ia lakukan sehari-hari, sejak lahir hingga mati. Maka nasib sejatinya adalah kumpulan tindakan. Dan berarti nasib, pada hulunya, adalah serangkaian pikiran jua.
Diri yang beruntung adalah yang cerdas menentukan tindakannya, agar baik nasibnya. Sebab buruknya tindakan berarti buruknya nasib. Sedang waktu tak berhenti berputar maju, maka tiap tindakan yang telah lalu tak bisa diulang kembali. Tindakan buruk kan tercatat sebagai keburukan, dan tersia-sianya waktu. Tindakan yang baik berarti waktu yang mencatat tinta emas.
Maka insan yang cerdas, akan cermat betul menggunakan akalnya. Ia demikian selektif memilih untuk apa pikirannya digunakan. Jadilah petunjuk di awal tulisan ini pegangan yang kokoh, untuk memastikan optimalnya akal.
Ya, orang-orang yang berakal, yang optimal fungsi pikirannya, adalah mereka yang sibuk memperhatikan tanda-tanda alam. Namun berpikir bukan sembarang berpikir, melainkan berpikir yang dimulai dengan mengingat Allah. Ya, kekaguman pada sesuatu pasti mendorong kita secara alamiah untuk menanyakan pemiliknya. Maka memperhatikan alam yang demikian teratur ini, jelas kan menghantarkan pikiran tuk mengingat Penciptanya.
Berpikir bukan sekedar berpikir, insan yang optimal akalnya tak berhenti dan melakukannya sekali-sekali. Mereka tekun berpikir dengan mengingat Allah dalam setiap saat, berdiri, duduk, bahkan berbaring. Silakan tengok para ilmuwan, mereka demikian gandrung pada ilmu hingga mengorbankan waktu tidur dan bersantai-santai. Istirahatnya digunakan tuk menghadirkan energi, agar kuat kembali mengkaji.
Semakin digali, semakin banyak nan ditemui. Jadilah ucapan yang otomatis keluar dari lisan adalah pujian tertinggi, dan pengakuan akan kerdilnya diri. Betapa Sang Pencipta telah menciptakan dengan demikian teliti, rapi, tak tersia-sia sedikit pun. Hadirlah rasa takut, sebab menyadari betapa Sang Pencipta memiliki kekuatan yang tak terhingga, sedang diri ini demikian terbatas namun kerap lalai. Lalu terbitlah doa agar dijauhkan dari azab neraka, tersebab keburukan tindakan yang dilakukan sengaja maupun tidak.
Jadilah insan produktif, adalah insan yang gemar berpikir. Tak pernah puas dengan ilmu, selalu menggali, mengkaji, menguji tak kenal waktu. Darinya terkuak berlapis-lapis cahaya, hingga iman memenuhi dada. Tidaklah mengherankan deretan nama para ilmuwan beriman telah dan terus menghiasi dunia ilmu pengetahuan. Sebab mereka mencari berlandaskan iman. Dan iman berarti cahaya. Dan cahaya berarti ketenangan. Gelap yang meliputi dada menjadi terang tersebab ilmu. Lalu tentramlah ia, seiring dengan penemuannya.
Maka gunakanlah waktumu, wahai diri, tuk memperhatikan alam. Perhatikan bagaimana ia bekerja, sesuai dengan minatmu. Niscaya keteraturan yang kita temukan, dan peningkatan iman karenanya.