“Mari taat dan saling mengingatkan. Sebab kita tak bisa taat sendirian.”
“Siapapun yang bertakwa kepada Allah, pasti Allah akan membukakan jalan keluar baginya, dan Allah akan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.”
At Talaq: 2-3
Rezeki telah ditetapkan ketika insan diciptakan. Namun bentuknya, jumlah dan kapan turunnya, diberikan dalam berbagai bentuk, yang kadang tak disadari. Yang jelas, tiap detik hidup ini adalah rezeki. Sebab jika kita diminta untuk menghitung biaya membeli oksigen yang diperlukan dalam sehari saja, niscaya kerja seumur hidup takkan sanggup tuk memenuhinya.
Itu jelas.
Namun kali ini aku termenung akan satu hal. Yakni firmanNya pada potongan dua ayat di atas. Bahwa jaminan akan datangnya rezeki dari arah yang tak disangka-sangka diberikan kepada insan yang bertakwa. Insan yang menjaga hidupnya agar senantiasa dalam jalan ketaatan, dan menjauhi kemaksiatan.
Dengan kata lain, mereka yang merasa kesulitan mendapatkan rezeki yang dibutuhkan, teramat perlu memeriksa diri, adakah ia sedang berada dalam kedzaliman. Dan untuk keluar dari kondisi itu, yang ia perlukan adalah pertaubatan nasuha, kembali yang sesungguh-sungguhnya.
Jika demikian keadaannya, maka semakin banyak orang yang taat, makin banyak orang yang dimudahan hidup dan kehidupannya. Dan orang yang taat, pun akan memudahkan orang lain, tersebab ketaatannya. Sebab salah satu bentuk ketaatan itu ialah memudahkan saudaranya yang sedang dalam kesulitan. Insan yang taat, karena ketaatannya, tentu akan dimudahkan melalui segala halangan. Waktunya berkah, menghasilkan banyak, serta jauh dari kesia-siaan.
Nah, kalau seperti ini kondisinya, maka masyarakat yang taat akan berkah hidup dan kehidupannya. Tiap usahanya dimudahkan, sehingga tak perlu berpayah-payah hingga melalaikan kewajiban. Allah mudahkan urusan mereka karena ketaatannya, sebab Allah merindu ketaatan itu. Waktunya hasilkan manfaat, hasil berlimpah-limpah. Seimbang hidupnya, karena rezekinya dilancarkan dan saling melancarkan.
Adakah masyarakat seperti ini?
Ada. Pernah dan masih ada hingga kini. Sebab petunjukNya tak pernah dan tak mungkin salah. Siapa yang menjalankannya, sekarang juga, kan mendulang manfaatnya.
Maka kita sungguh berkepentingan pada taatnya masyarakat tempat kita berada, wahai diri. Betapa banyak saudara kita yang mengeluh kesulitan beribadah di tempat kerjanya, sebab lingkungan yang tak sama dalam keyakinan. Sedang baru kutemui beberapa waktu lalu, sebuah perusahaan yang menguntungkan, sementara memiliki budaya shalat berjamaah di awal waktu.
Mari kita tengok sebaliknya. Insan yang maksiat kan disulitkan rezekinya, urusannya. Maka bagaimana kah jadinya sekumpulan insan nan gemar maksiat? Tentunya sulit dan menyulitkan. Bagaimana pula satu masyarakat yang berkubang dalam maksiat dan membiarkan kemaksiatan? Sungguh tak terbayang. Jika pun tampak luar bergelimbang kemewahan, dengan mudah kita saksikan hilangnya berkah. Dicabutnya ketenangan hati, dihadirkannya rasa terus kekurangan rezeki, dijadikannya tiap detik kerja yang terus-menerus tak henti-henti. Seolah waktu 24 jam tak pernah cukup.
Inginkah, wahai diri, pada kehidupan yang seperti itu?
Tentu tidak.
Maka mari kita niatkan tuk selalu di jalan taat, dan saling ingat mengingatkan. Sebab kita tak bisa taat sendirian.