“Insan produktif, amat jeli pada niat dan lisannya. Agar kerja tak ada yang sia-sia.”
“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai dan pada setiap tangkai terdapat seratus biji. Allah melipatgandakan pahala bagi orang yang dikehendakiNya dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.”
Al Baqarah: 261
Adalah jaminanNya, bahwa tiap pemberian yang diikhlaskan di jalanNya akan dilipatgandakan. Dan kita sungguh menjadi saksi akan hal itu. Tengoklah seseorang yang tulus ikhlas mendirikan sekolah, misalnya. Murid awal mungkin hanya sedikit. Namun dari yang sedikit itu lalu melahirkan kepandaian yang bermanfaat bagi orang banyak. Lalu sekolah itu pun berkembang, terus membesar, menjadi tempat bernaung bagi banyak orang, menjadi pipa aliran rezeki bagi banyak keluarga, bahkan ketika sang pendiri telah lama pergi.
Maka cara melipatgandakan produktivitas, wahai diri, tak lain adalah dengan memberikannya, memanfaatkannya, dan memastikan itu diniatkan demi persembahan kepadaNya.
Namun Dia memperingatkan kita, pada potensi bahaya yang kerap menimpa mereka yang mensedekahkan hartanya.
“Orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah dengan tidak menyebut-nyebut infaknya dan tidak menyakiti perasaan penerima, mereka tidak memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.”
Al Baqarah: 262
Pastikan, wahai diri, untuk menahan lisan kala menginfakkan harta. Sebab ada godaan pada diri yang memberi untuk menyebut-nyebut apa yang ia berikan. Apatah lagi kadang orang yang diberi memiliki berbagai perangai kurang menyenangkan, yang kemudian mendorong lidah ini mengungkit apa yang telah dilakukan hingga menyakiti perasaan. Tahan, duhai insan, tahan. Sebab janjiNya pada yang ikhlas begitu jelas, yakni hati yang tenteram, bebas dari rasa takut dan rasa sedih.
“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Maha Kaya, Maha Penyantun.”
Al Baqarah: 263
Nafsumu mungkin terbangkitkan, kala penerima bertindak kurang sopan. Namun ingatlah bahwa Dia yang sering disekutukan saja, yang diingkari keberadaanNya, yang langgar perintahNya, sedang Dia yang Maha Memiliki dengan segala kekayaanNya, tak pernah henti menyayangi dan memberik kesempatan pada hambaNya. Lalu apakah yang hendak menghalangimu tuk berkata baik, sabar, santun, lemah lembut, dan memaafkan kala bersedekah? Apatah lagi kala disadari bahwa apa yang kita beri pun sejatinya bukan milik kita. Diri ini hanyalah ‘kurir’ dari rezeki yang telah diaturkanNya.
“Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu rusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan penerimanya seperti orang yang menginfakkan hartanya dengan memamerkan kepada manusia dan ia tidak beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada debu, lalu batu itu ditimpa hujan lebat. Maka batu itu akan licin lagi. Mereka tidak memperoleh apapun dari amal mereka. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.”
Al Baqarah: 264
Betapa berbahayanya kecenderungan tuk menyebut-nyebut sedekah dan menyakiti perasaan penerima ini, hingga ditekankanNya lagi sembari menyentuh hati dengan memanggil dengan sebutan orang beriman. Sebab insan yang beriman kan benar-benar sadar akan kesalahannya. Sedang mereka yang tak sungguh-sungguh beriman, kan mudha terjerumus pada kedua perbuatan buruk itu. Ya, orang yang gemar pamer pada apa yang ia berikan, sesejatinya tak benar-benar beriman. Bahkan ia cenderung dekat kepada kafir, tersebab mengingkari janjiNya akan balasan bagi yang gemar memberi di jalanNya. Amalan kan hilang tak berbekas, bagai debu yang tersapu hujan di atas batu licin. Betapa ruginya! Betapa ruginya!
Sementara itu…
“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya untuk mencari ridha Allah dan untuk memperteguh jiwanya, seperti sebuah kebun di dataran tinggi yang disiram hujan lebat. Kebun itu menghasilkan buah-buahan dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiramnya, embun pun sudah mencukupinya. Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Al Baqarah: 265
Pada sedekah dengan jumlah yang sama, namun ia diniatkan tuk mencari keridhaanNya dan demi memperteguh jiwanya, ia menghasilkan kebaikan berlipat-lipat, bagai kebun yang disiram hujan lebat. Pun ketika hujan itu tak datang, namun karena tanah yang subur dan bibit yang baik, embun semata sudah memadai tuk melipatgandakan buahnya.
Sampai di sini, renung panjang memaksaku tuk hening. Menelisik pengalaman demi pengalaman yang masih menyisakan ingatan. Bisa jadi, ini bukan cuma soal sedekah dalam arti pemberian harta. Bisa jadi, ini juga adalah soal kerja-kerja yang selama ini dilakukan.
Betapa sering, diri ini merasa berjasa di kantor, sehingga merasa apa nan telah disumbangkan itu sedemikain besarnya. Apatah lagi ketika apa yang telah diusahakan tak berbalas dengan pujian dari atasan plus penghargaan. Lalu muncullah godaan tuk mengungkit-ungkit jasa yang sejatinya tak seberapa, bahkan menyakiti hati orang lain dengan perkataan tak berguna.
Apa yang terjadi kemudian?
Mudah ditebak. Balasan tak jua diterima, catatan kebaikan pun sirna. Kerja yang kala diikhlaskan sebenarnya bisa berbuah pahala itu, menjadi sekedar syarat tuk menerima gaji penyambung hidup. Sayang, sungguh sayang.
Maka insan produktif teramat jeli pada niat dan lisannya. Pada tiap kerjanya ia pastikan terdaftar sebagai amal persembahan kepadaNya. Dan pada hasil yang ia terima ia ikhlaskan semua, agar tak tergoda lisan berkata-kata yang tak sepantasnya. Sebab mengeluhkan yang tak diterima, bisa jadi pintu tuk menggugat karuniaNya.