Adalah Imam Ibnu Majah, satu dari 6 penulis kitab hadits rujukan utama, yang meriwayatkan sebuah momen kala Sayyidina Umar bin Khattab ra bertanya kepada Rasulullah saw, “Ya Rasulullah, harta seperti apakah yang sebaiknya kita miliki?”
Maka beliau saw menjawab, “Hati yang selalu bersyukur, lisan yang senantiasa berdzikir, dan istri yang bisa menolongmu dalam urusan akhirat.”
Membaca ini, aku pun tertunduk. Buyar segala pemikiran yang selama ini kupupuk tentang indikator keberhasilan hidup. Key Performance Indicator, bahasa kerennya. Kala berbincang tentang harta, sebagaimana layaknya manusia awam, yang terbayang dalam benakku adalah uang, rumah, kendaraan, jalan-jalan ke berbagai negeri, dst. Namun Sang Nabi, yang paling tahu tentang hakikat sesungguhya kehidupan ini, rupanya mengajarkan kita hal lain. Hal yang justru, amat jarang kuanggap sebagai harta, apalagi berharga.
Pertama, ialah hati nan selalu bersyukur. Mengapa ini berharga? Ya karena dengannya setiap detik, setiap hal yang telah dimiliki jadi bermakna. Bukankah rumah mewah, di tangan seseorang yang hatinya gelisah, yang tak punya kawan dan saudara, yang dikejar-kejar oleh dunia, kan terasa sempit pula? Sementara rumah dan kendaraan nan sederhana, dimiliki oleh insan dengan hati penuh syukur, kan jadi puji-pujian, digunakan tuk sebesar-besarnya kebaikan.
Apatah lagi janjiNya jelas dan pasti, bahwa sesiapa yang bersyukur, kan dilipatgandakan nikmatnya. Maka kesyukuran adalah pintu pelipatgandaan harta. Bukan harta sembarang harta, melainkan harta yang penuh keberkahan di dalamnya.
Kedua, ialah lisan yang senantiasa berdzikir. MengingatNya di kala susah itu mudah. Namun mengingatNya di kala lapang, ini sungguh menantang. Maka insan yang sanggup menjaga lisannya dalam susah dan senang, sungguh merupakan diri yang penuh ketekunan. Lagi-lagi, lisan nan basah oleh dzikir adalah lisan yang bersyukur. Dan apa ganjaran syukur tadi? Penggandaan nikmat berlipat-lipat.
Ketiga, istri yang bisa menolongmu dalam urusan akhirat. Tentu maksudnya tak hanya bagi suami. Disebutkan istri di sini barangkali sebab yang bertanya adalah seorang suami. Namun maksud yang sebenarnya mungkin adalah pasangan hidup, suami atau istri, yang mendukung kita dalam urusan akhirat.
Mengapa ini harta teramat berharga?
Sebab jika hanya urusan dunia, tentu banyak insan memilikinya. Namun untuk urusan akhirat, tentulah pasangan seperti ini layak tuk disyukuri. Apatah lagi orang yang fokus pada akhirat, tak pernah merugi di dunia. Maka memiliki pasangan hidup yang peduli urusan akhirat berarti keberuntungan berlipat-lipat. Di dunia kita tentram, di akhirat apa lagi.
Pasangan hidup yang fokus pada akhirat kan ingatkan kita tuk menjaga dua harta yang pertama. Apapun yang diri ini miliki kan diajaknya tuk mensyukuri. Segala keluh kesan kan berganti dengan dzikir menyebut Ilahi. Dan apa ganjaran keduanya? Lagi-lagi, kenikmatan tiada henti.
Sisi lain, mana kah yang lebih menggelisahkan, rekan kerja/anak buah di kantor atau pasangan hidup yang menyebalkan?
Kebanyakan orang yang kutemui menjawab yang kedua. Urusan kantor, sememusing-musingkannya, kita tinggalkan jua kala jam kerja telah usai. Tapi urusan rumah tak pernah mengenal jam kerja. Maka pasangan hidup yang hanya fokus pada dunia, yang tak peduli pada akhiratnya, sungguh kan buat diri ini sengsara.
Inilah 3 harta terbaik yang mestinya kita usahakan, dan selalu kita jaga. Dari ketiganya kan lahir gulungan ketenteraman, kebahagiaan, dan kesungguhan menjalani kehidupan. Menariknya, silakan dicermati, dua dari tiga ada pada kendali diri ini. Hati yang bersyukur dan lisan nan berdzikir, bukanlah tindakan yang bergantung pada pemberian orang lain.
Bagaimana dengan yang ketiga? Bukankah tak mesti kita mendapatkan yang serupa itu?
Betul. Namun dengan dua yang pertama, insya Allah, yang ketiga kan dihadirkan untuk kita.