“Uang bisa membeli kebahagiaan, justru kala ia diberikan.” Ya. Di sinilah paradoksnya. Insan mengumpulkan uang, lalu hadir kesenangan. Namun sebagaimana tabiat kesenangan, ia sesaat belaka. Lalu dijadikanlah uang itu alat tuk membeli beragam kenikmatan. Lagi-lagi ia segera terbitkan kesenangan. Dan lagi-lagi kesenangan itu sementara saja. Sebab sejatinya kala uang digunakan untuk membeli, dan pakai sendiri, […]
Tag: bahagia
“Jangan terlalu lebar tertawa. Jangan terlalu dalam bersedih. Pada yang pertengahan lah terkandung bahagia.” Tawa itu penting. Ia melepas kegembiraan, menikmati kesenangan, menyemai harapan. Sebab tawa, biasanya hadir kala terwujud apa nan diinginkan. Sedih itu penting. Ia melepas kerinduan, menyelami kebelumberhasilan, menenun hikmah nan terserak. Sebab sedih, biasanya terbit kala terlepas apa nan diharapkan. Pada
“Yang cepat, tak selalu nikmat.” Makanlah hidangan lezat terburu-buru. Tentu tak lezat, sebab yang jadikan lezat memang hanya organ sepanjang beberapa senti bernama lidah. Sekali melewati lidah, selesai lah sudah. Apapun jenis makanan ia menjadi sama saja. Maka para penggemar makanan biasa berlambat-lambat dalam mengunyah, agar setiap detil rasa ternikmati sepenuh hati.
“Pasanglah mimpimu hingga melangit. Pastikan langkahmu kokoh membumi.” Bermimpi itu wajib. Dan impian itu mesti besar. Sebab memang kemampuan bermimpi kita miliki tuk mengajak diri keluar dari kungkungan kebiasaan, keteraturan. Maka ajaran klasik masa kecil tuk bermimpi setinggi bintang di langit, jelas masih amat valid hingga kini. Lalu terbit lah sebuah tanya, “Apakah tak takut
Recent Comments