Salah satu hal yang membantuku mensyukuri adalah menerima bahwa ada hal-hal yang tak bisa dipungkiri. Tak semua orang beruntung memiliki pilihan. Ada kondisi yang seolah mengatakan bahwa pilihan tak ada. Yang bisa dilakukan hanya menerima. Tapi menerima saja kerap tak mudah, sebab keinginan untuk mendapatkan lebih selalu terbit. Di titik inilah, menyadari ada hal-hal yang […]
Tag: belajar bersyukur
Pokok agama adalah akidah Tiang agama adalah syariah Keindahan agama adalah hakikat Agama serupa sebuah bangunan. Pada fondasinya adalah akidah. Fondasi yang kokoh menentukan kekuatan bangunan. Namun fondasi yang kokoh memang tak kasat mata. Setelah bangunan berdiri, ia tertutup di bawahnya. Kita akan tahu apakah ia dibuat dengan baik kala bangunan mengalami guncangan. Fondasi kokoh
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan begitu (saja) mengatakan, “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. Al Ankabut: 2-3 Ujian, adalah tanda iman. Tak datang ujian, kecuali tuk menguji keimanan.
Apa yang kita tuai pastilah sudah sesuai dengan yang sudah kita tanam. Jikalau ia terasa kurang, pastilah ia tengah ditangguhkan. Jikalau ia terasa lebih, yakinlah ia harus dibayar di kemudian hari. KeadilanNya sempurna. KeadilanNya Maha. Akal ini lah yang terbatas memahami keadilanNya. Sebab keadilan memang tak berbanding lurus dengan rasa nyaman. Dalam keadilan, kadang nafsu
Kemarin, saat dalam perjalanan pulang dengan mengendarai motor, ban kami bocor. Beberapa ratus meter kami mesti mencari tukang tambal ban, sebelum akhirnya mendapati yang terdekat. Seseorang yang juga sedang menambal ban motornya bercerita bahwa itu untuk kelima kalinya ia menambal ban bagian belakang. Entah berapa lagi untuk ban depan. Di titik itu, terbersit sebuah tanya,
“Bersyukur itu menikmati setiap kejadian sebagai anugerah dariNya. Tanpa keluhan, hanya keikhlasan, sebab Ia pasti punya maksud di balik setiap hal yang Ia berikan. Dan, seketika setelah mendapatkan pembelajaran ini, mobilku pun ngadat.” Ya, tak sekali pemahaman saya diuji seperti ini. Sebuah pembelajaran yang hadir dalam pikiran, segera terpaksa tuk segera dipraktikkan. Kejadian hanyalah kejadian.
“Kebenaran itu luas. Kau temukan satu, yang lain telah menunggumu.” Pernah ada yang berkata kebenaran itu relatif. Benar bagi kita, belum tentu benar bagi orang lain. Ini ada benarnya, jika kita tak pernah mengikutsertakan Sang Pencipta dalam memahami kehidupan. Yang lebih tepat barangkali adalah kebenaran itu luas. Demikian luas hingga pikiran ini terlalu terbatas untuk
“Dunia hanyalah tempat permainan dan senda gurau belaka. Lalu, apa itu “masalah”? Adakah yang dinamakan sebagai “kesedihan” dan “kegembiraan”?” Dunia dianggap sebagai permainan, sebab pembandingnya yang sungguh lebih besar. Ya, akhirat. Diri yang berpandangan pendek mungkin akan menganggap banyak hal sebagai sesuatu yang besar, padahal ia remah belaka kala dibandingkan dengan yang baka. Bagaimana tidak?
“Jangan terlalu lebar tertawa. Jangan terlalu dalam bersedih. Pada yang pertengahan lah terkandung bahagia.” Tawa itu penting. Ia melepas kegembiraan, menikmati kesenangan, menyemai harapan. Sebab tawa, biasanya hadir kala terwujud apa nan diinginkan. Sedih itu penting. Ia melepas kerinduan, menyelami kebelumberhasilan, menenun hikmah nan terserak. Sebab sedih, biasanya terbit kala terlepas apa nan diharapkan. Pada
“Sementara memikirkan hal yang kau inginkan, sudah berapa kali kah mensyukuri apa yang telah kau miliki?” Adalah janjiNya, bahwa pada tiap kesyukuran, kan ditambahkan kenikmatan. Sebab memang tak ada yang lebih layak dipanjatkan hamba selain rasa syukur. Apatah lagi kala diinsyafi bahwa tuk bersyukur pun, insan memerlukan nikmat yang Dia berikan. Ah, lalu adakah pinta
Recent Comments