Melanjutkan bahasan di artikel sebelumnya soal pernikahan yang menggambarkan kebebasan memilih, tidak demikian kiranya dengan hubungan keluarga. Dari pernikahan lahirnya keluarga. Dan kita tak bisa memilih siapa yang jadi keluarga kita. Kita tak bisa memilih siapa orang tua kita, sebagaimana kita tak pula bisa memilih siapa yang jadi anak kita. Kita tak diberi keleluasaan memilih […]
Tag: keluarga
Masa pandemi adalah untuk pertama kalinya, sejak kami berkeluarga, bersama 24 jam berhari-hari, bahkan hitungan bulan di awal-awal. Sehingga ini lah masa-masa saat kami benar-benar baru melihat keutuhan diri kami tanpa jeda yang berarti. Sulit untuk menutupi bagian dari diri yang tak ingin ditampakkan. Loh, bukankah memang demikian dalam keluarga? Tidak juga. Setidaknya bagi yang
“Cintai kekurangan pasanganmu, sebab kelebihannya adalah bonus.” Sultan Djorghi, di NLP Conference 2019 Ini adalah hikmah yang banyak peserta NLP Conference 3 November 2019 lalu dapatkan, di sesi panel sore hari. Dalam diskusi sepanjang 90 menit itu, kalimat Bang Sultan mendapat sambutan yang meriah, sekaligus menyisipkan kesunyian dalam hati saya. Karena inilah inti dari
“Pernikahan adalah tentang mengambil peran.” Pernikahan, bukanlah soal menyatukan perbedaan. Sebab yang berbeda, kan tetap berbeda. Pernikahan, bukan juga soal menghilangkan perbedaan. Karena yang berbeda, tak mungkin disamakan. Lalu, tentang apa kah pernikahan itu? Sepuluh tahun menjalani, sejauh ini, di titik ini, kupahami pernikahan adalah tentang mengambil peran. Kehidupan memiliki banyak tugas nan mesti diselesaikan.
“Renungkanlah sejenak, kala jiwa ini telah kembali. Adakah akan kau tinggalkan penerus yang kuat pengokoh kehidupan?” Dalam berkeluarga memang ada kesenangan. Dan pada setiap kesenangan, sungguh kan ada pertanggung jawaban. Banyak insan berharap anak, namun sadarkah bahwa kelak anak-anak itu kan jadi saksi setiap perbuatan diri? Bahwa amalan mereka—buruk dan baik—kan menyeret kita dalam kebinasaan
Recent Comments