Ada alasan mengapa perintah membaca adalah perintah pertama. Sebab membaca adalah aktivitas untuk mengambil kendali atas pikiran kita. Dan pikiran kita adalah pintu masuk apa-apa yang akan jadi tindakan dan kebiasaan. Hingga pada akhirnya menjadi karakter dan nasib. Namun bukankah kita selalu membaca? Status media sosial, artikel, iklan, bahkan video pun sejatinya adalah sebentuk bacaan? […]
Tag: membaca
Beberapa kawan kerap bertanya, “Mas, bagaimana ya biar aku suka membaca?” Sekian lamanya aku kerap memberikan tips yang ku temukan dari sedikit pengalaman hidup, sebagai penggemar bacaan sejak SD, meskipun baru serius kala kuliah. Tapi lama-kelamaan, ku rasakan tips seperti itu tak banyak gunanya. Sebab tips itu hanya berlaku dalam pengalaman hidupku. Ia menempati ruang
Tahun ini, aku mengambil sebuah keputusan. Aku mendaftar di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara. Program matrikulasi selama 1 tahun, yang jika berjalan lancar akan memungkinkan untuk mendaftar ke program S2. Kok filsafat? Mengapa bukan melanjutkan studi di bidang psikologi? Atau manajemen yang lebih dekat dengan pekerjaan? Ada kisah agak panjang di balik keputusan ini. Akan ku
Tabiat pikiran itu cair. Saking cairnya, maka bagaimana kita diajak berinteraksi setiap hari, begitu pulalah pikiran kita kan terbentuk. Bukankah demikian sering kita temui anak yang memiliki pola pikir mirip dengan orang tuanya? Atau anggota tim yang menggunakan pendekatan serupa dengan atasannya? Contoh kecairan lain, mari kita bayangkan kejadian berikut ini. Masuk kantor setelah masa
Buku adalah makanan pikiran para pembelajar. Tiada pembelajar sejati yang tak gemar membaca. Jika pun tak tiap saat, mungkin hanyalah tersebab keterbatasan. Terbatas sumber bacaan, terbatas waktu luang. Tapi pembelajar penggemar ilmu pastilah memiliki kegandrungan dan kegairahan membaca amat tinggi. Bagaimana tidak? Sedang ilmu demikian banyak, waktu demikian terbatas. Ingin berguru langsung pada ahli, tak
Sungguh aku bingung pada insan nan tak gemar membaca. Darimana ia hendak mendapatkan ilmu yang diperlukannya? Sementara kehidupan dengan berbagai ujian terus mendera, adakah ia merasa apa yang telah ia ketahui cukup tuk mendapatkan jawabannya? Bukankah itu serupa anak yang hanya belajar sampai kelas 1 SD, lalu terus saja nekat mengikuti ujian hingga SMP, SMA,
“Tak ada kata menunggu, ketika ada buku.” Menunggu itu hanya terjadi pada mereka yang tak berteman dengan buku. Sebab menunggu, yang kerap identik dengan kesan membosankan itu, adalah kekosongan aktivitas tersebab tak ada rencana untuk melakukan sesuatu di kala itu. Jika ada rencana, tentu bukan menunggu namanya. Dan biasanya, terjadi menunggu ini karena ia tak
“Jika kata ‘menulis’ membuatmu ragu, gantilah dengan kata ‘mencatat’.” Salah satu tetanda majunya peradaban adalah maraknya karya tulis. Karya tulis yang bermutu, penuh ilmu, rekam jejak perjalanan para guru. Apalagi kebiasaan menulis, adalah pasangan serasi dari kebiasaan membaca. Tak mungkin seseorang produktif menulis, jika ia tak rajin membaca. Meski, tak semua yang gemar membaca, gemar
“Membaca dan memilah. Itulah guna mata dengan kelopaknya. Sebab tak semua yang tampak sedemikian adanya.” Seeing is believing. Demikian ujar sebuah nasihat. Bahwa kita yakin, tersebab kita melihatnya sendiri. Jadilah banyak insan gemar mencari bukti sebelum meyakini. Hingga sulit meyakini, kala tak tersaji apa yang tampak. Ada kalanya aku setuju dengan ini. Namun ada kalanya
Menyambung obrolan dengan seorang sahabat yang saya tulis pada artikel sebelumnya, saya pun teringat pada beberapa hal yang saya lakukan untuk menjadikan setiap kegiatan pembelajaran menjadi mengasyikkan. “Kau boleh berhenti sekolah, tapi jangan pernah berhenti belajar.” Nasihat ini, sungguh menegaskan bahwa belajar harus kita jauhkan dari semata kegiatan dalam sekolah. Pandanglah belajar sebagai ruh kehidupan.
Recent Comments