Simpulan yang sementara ini ku dapat saat membaca The Language Instinct garapan Stephen Pinker adalah: pikiran dibentuk oleh bahasa yang kita gunakan. Bahasa itu sendiri bentukan manusia. Pinker berargumen bahwa keahlian pembentukan itu instingtif. Ia ada sejak manusia dilahirkan sebagai bagian dari kebutuhan dasar hidupnya. Buktinya, anak tak pernah mengikuti kursus bahasa untuk dapat berbicara. […]
Tag: pembelajaran
“Sebenarnya, tersedia banyak pelajaran. Sayangnya, tak semua orang gemar mengambil pembelajaran.” Ya, pembelajaran itu diambil. Ia tak datang sendiri. Sebab pengetahuan, pemahaman, hingga keterampilan, adalah sesuatu yang lahir dari proses pengolahan. Seenak dan sebergizi apapun hidangan, hanya kan menjadi nutrisi kala ada usaha untuk memakan, mengunyah, dan menelannya. Ia tak berharga sampai kita memakannya. Begitupun
“Kala ilmu bertemu situasi, ia bekerja memunculkan ilmu baru.” Dalam tulisan sebelumnya, “Pentingnya Bertemu”, kutulis pemahaman yang kudapat bahwa pikiran kita dibatasi oleh kemampuan untuk menangkap pemahaman. Dirunut ke belakang, ia disebabkan oleh kecenderungan alamiah pikiran kita untuk menyeleksi informasi yang diterima. Sebab tak semua informasi memang bermanfaat seketika, maka pikiran kita dikaruniai keterampilan untuk
“Sabar, adalah modal pembelajar dan pengajar. Tanpanya takkan lahir pembelajaran.” Sabar berarti menikmati proses. Kadang ini sungguh menantang, terutama jika hasil akhir begitu diidamkan. Namun perjalanan yang tak dinikmati di awalnya, pun akan sulit dinikmati pada akhirnya. Sebab kenikmatan dalam hidup bukanlah hal yang menyendiri. Ia adalah rangkaian tiap makna yang dirangkai tiap langkah kaki.
“Jika kata ‘menulis’ membuatmu ragu, gantilah dengan kata ‘mencatat’.” Salah satu tetanda majunya peradaban adalah maraknya karya tulis. Karya tulis yang bermutu, penuh ilmu, rekam jejak perjalanan para guru. Apalagi kebiasaan menulis, adalah pasangan serasi dari kebiasaan membaca. Tak mungkin seseorang produktif menulis, jika ia tak rajin membaca. Meski, tak semua yang gemar membaca, gemar
“Tantangan terbesar masa kini mungkin bukanlah visi. Tapi aksi.” Ya, manusia di zaman ini rasanya sudah tak takut lagi bermimpi. Menembus batas kemungkinan, menuju langit kebelummungkinan, adalah hal yang telah menjadi bincangan sehari-hari. Namun sebagaimana tabiat mimpi yang tinggi melangit, pekerjaan rumah berikutnya adalah menurunkannya ke bumi. Menjadi khalifah, berarti melahirkan manfaat nyata. Dan melahirkan
“Ilmu datang sebab kerendahan hati. Keangkuhan adalah dinding tebal penghalang cahaya.” Teringat kembali sebuah nasihat bijak, bahwa ilmu laksana air, hanya mengalir ke tempat yang lebih rendah. Untuk menerima kucuran teh, cangkir mesti diletakkan di bawah teko. Sesedikit apapun teh tersisa di teko, kala cangkir bersabar berada di bawahnya, kan mengalir jua mesti setitik. Dan
“Jika pun kau berhenti sekolah, jangan pernah berhenti belajar.” Belajar adalah keniscayaan. Kebutuhan. Insan yang ingin terus hidup mesti terus belajar. Sebab zaman berubah, belajar adalah cara tuk terus mengiringi perubahan zaman. Layaknya dua orang yang berjalan beriringan, salah satunya kan tertinggal, bahkan tersesat, kala langkah tak sama cepat. Kemampuan belajar adalah kemampuan dasar tuk
“Dua modal dasar pembelajar adalah rasa hormat, dan rasa ingin tahu.” Ya, ada dua modal dasar bagi pembelajar, apapun bidang nan ditekuninya. Pertama adalah rasa hormat (respect). Kedua adalah rasa ingin tahu (curiosity). Rasa hormat, menjadikan diri ini mampu belajar dari siapa saja. Sebab kala insan menghormati orang lain, terbukalah pikirannya, terbukalah hatinya, hingga ilmu
“Halangan terbesar untuk menjadi ahli adalah kesuksesan.” Ini adalah paradoks yang baru belakangan saya pahami. Fitrah insan menginginkan kesuksesan, mendamba keberhasilan. Namun banyak diri yang belum sadar, bahwa pada setiap hal ada 2 sisi: kebaikan dan keburukan. Kebaikan kala ia tepat dosisnya. Keburukan kala ia kurang atau berlebihan. Ya, tak ada kebaikan pada segala yang
Recent Comments