Coaching Insight #5: Satu-satunya Cara

Saat berbagi tentang coaching, kerap saya dapati pertanyaan dan pernyataan dari sobat-sobat yang mengungkapkan kesulitan mereka menjalankan beberapa kompetensi coaching. “Susah juga ya, nggak boleh ngasih tahu, nggak boleh mengarahkan. La kalau mereka memang perlu pengarahan dan diberi tahu gimana?” tanya mereka.

Pertanyaan dan pernyataan senada ini, hemat saya, lahir dari pemahaman yang belum mendalam tentang posisi coaching di antara metode pembelajaran lainnya. Coaching, bukanlah menggantikan konseling, training, dan mentoring. Coaching, mengisi sebuah ruang yang memang tidak bisa diisi dengan metode lain.

Ketika seorang klien dianggap coachable, maka ia diasumsikan berada dalam kondisi psikologis yang siap untuk menjalani proses perubahan. Ia pun telah memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar yang memadai, plus tips dan trik untuk mencapai targetnya. Kondisi kesiapan inilah yang diisi oleh konseling, training, dan mentoring. Maka setelah seseorang secara umum fit, ia tak lagi perlu konseling. Begitu pula ketika ia telah memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar yang memadai, banyak orang belum lagi memerlukan informasi tambahan baru. Yang ia perlukan adalah proses membangun karakternya, kompetensinya, keahliannya.

Dan di dalam proses ini, tiada jalan lain selain mempraktikkan apa yang ia tahu dengan memasang target capaian hasil dan berusaha mencapainya. Terkadang ia perlu tips dan trik khusus, maka mentoring diperlukan. Namun kala tips dan trik telah diperoleh, aplikasinya pun takkan benar-benar pas. Sebab kondisi seorang klien pasti berbeda dengan kondisi mentor dan trainernya. Materi yang diajarkan melalui training dan mentoring, adalah buah pikir dan simpulan atas apa yang terjadi di masa lalu. Sementara apa yang dihadapi klien adalah masa depan.  Ia mesti mempelajari sendiri bagaimana ilmu yang telah dimiliki benar-benar fit dengan dirinya, hingga membantunya mencapai tujuan.

Maka ketika seorang coach berusaha untuk memfasilitasi klien dengan pertanyaan, dan berusaha menghindari kecenderungan untuk mengarahkan, ini bukan sebab arahan itu tak berguna. Melainkan karena satu-satunya cara untuk maju bagi klien saat ini adalah dengan menemukan sendiri ‘jalan’-nya. Dan alih-alih saran, pertanyaannya alat bantunya.

Jadi, coaching itu bukannya tidak boleh menyarankan atau mengarahkan. Melainkan karena kondisi klien dalam coaching memang sedang tidak membutuhkan itu. Mengarahkan klien dalam proses coaching justru menghambat eksplorasinya terhadap potensi yang ada dalam diri.

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *