Tetaplah Membuat Tujuan

Di awal tahun ini, seperti biasa, banyak yang menyarankan untuk membuat tujuan. Resolusi awal tahun, namanya. Itu sudah biasa. Namun di sisi lain, ada yang mengatakan bahwa tak perlu lah kita membuat semacam itu. Toh, banyak yang tak tercapai pula. Beredar sebuah video yang secara jenaka menunjukkan seseorang sedang mengevaluasi resolusi awal tahunnya dengan menghapus beberapa kata dan menggantinya dengan kata lain. Seperti, “Menikah di 2024” dihapus menjadi, “Menghadiri pernikahan teman di 2024”. Fenomena yang terakhir ini mungkin dialami oleh banyak orang, sehingga ada sebagian yang mengusulkan untuk meninggalkan saja perumusan tujuan awal tahun. Jalani saja hidup ini apa adanya. Toh, selama ini juga baik-baik saja. Keberuntungan ada. Musibah ada. Keberhasilan kadang terjadi, kegagalan juga terjadi. Berharap berhasil rupanya gagal. Merasa gagal kadang dapat rezeki. 

Lalu, mana yang mesti diikuti? 

Di titik ini, aku teringat kembali pada 7 Habits. Ya, buku itu memang selalu menarik untuk dikunjungi ulang. Apalagi ketika aku menemukan bahwa banyak pemikiran di dalamnya yang kerap dilewatkan orang. Ku tulis salah satunya di artikel yang lalu, soal prinsip dan pusat diri (center). Sekarang aku ingin menguraikan hal yang lain. 

Ya, hal lain yang kerap dilewatkan saat orang membahas 7 Habits adalah bahwa yang diajarkan itu adalah habit, kebiasaan. Ia bukan tips dan trik. Ia bukan cara cepat. Kebiasaan siapa? Kebiasaan orang-orang yang efektif. Apa itu efektif? Orang yang keberhasilannya jangka panjang, yang menyeluruh. Paradigma mendasar yang dipilih oleh Covey adalah whole person paradigm. Paradigma manusia utuh. Manusia itu setidaknya memiliki 4 dimensi (dibahas di Kebiasaan 7), karenanya yang disebut dengan keberhasilan itu ya keberhasilan pada keempatnya. Bukan salah satu. Kata efektif dipilih karena alasan itu. Keberhasilan yang menyeluruh, yang berorientasi jangka panjang. 

Nah, dalam temuan Covey, keberhasilan yang efektif itu tidak dicapai melalui tindakan sporadis. Ia juga tidak dicapai dengan menjalankan tips dan trik sekali jadi. Efektivitas hanya dampak dari bangunan kebiasaan dalam jangka panjang. Di sinilah judul The 7 Habits of Highly Effective People itu jadi masuk akal. Yang membedakan orang yang sangat efektif dan yang tidak adalah kebiasaannya. Bukan tips and triknya. Meminjam istilah Maslow, orang yang sangat efektif ini bisa disetarakan dengan orang yang mencapai aktualisasi diri. Dalam penelitiannya, orang yang mencapai aktualisasi diri itu akan tampak sebagaimana manusia biasa dalam kesehariannya. Tak punya tips dan trik yang istimewa. Sebab yang istimewa itu adalah kebiasaannya yang dijalankan bertahun-tahun. 

Kembali ke persoalan membuat tujuan awal tahun. Dalam kerangka 7 Habits, maka ia adalah praktik dari Kebiasaan 2, Mulai dari Tujuan Akhir. Aku pernah penasaran, mengapa memulai dari tujuan akhir, yang praktik utamanya adalah menyusun Pernyataan Misi Pribadi, disebut sebagai kebiasaan? Bukankah menyusun misi itu pekerjaan sekali jadi. Setidaknya, sebuah misi tidak setiap hari ditulis kembali. Begitu pun target. Tak mungkin ada organisasi yang merevisi targetnya setiap minggu. Lalu di mana kebiasaannya? 

Ah, tentu saja pemahamanku keliru. Yang disebut kebiasaannya memang bukan menyusunnya, melainkan memulainya. Bisa saja kita memiliki tujuan yang sama, tapi pertanyaannya, apakah kita selalu memulai aktivitas dengan terlebih dahulu mengacu pada tujuan itu? Atau sebaliknya, kita beraktivitas sekedar mengikuti arus? Bukankah di era ini kita cenderung demikian? Bangun tidur, hal pertama yang kita lakukan adalah membuka HP. Lebih buruk lagi, membuka media sosial. Pertanyaannya, untuk apa? Apa tujuan akhir dari membuka medsos tepat saat bangun tidur? Oh, tentu saja tidak ada. Ia adalah aktivitas mengalir begitu aja. Kita melakukannya karena telah menjadi kebiasaan. Kebiasaan kita adalah bergerak mengikuti arus kapitalisme yang diciptakan media sosial. Ya, media sosial gratis itu memang bekerja siang malam untuk membeli perhatian kita. Attention economy. Maka memulai dengan tujuan akhir, adalah antidot dari kebiasaan ini. Memulai dari tujuan akhir berarti kita bangun tidur dan, setidaknya, sekedar menengok tujuan akhir yang telah kita tetapkan sebelumnya. Ia bisa berupa misi jangka panjang, atau rencana jangka pendek berupa aktivitas apa yang perlu kita lakukan hari ini (lebih detil ini ada di Kebiasaan 3, Dahulukan yang Utama). 

Maka melakukan hal ini setiap hari, sepanjang hayat, itulah yang disebut dengan kebiasaan. Ia akan membentuk karakter kita. Ia akan menjadi takdir kita. Ya, hidup naik dan turun. Yang kita rencanakan kerap gagal. Yang tidak direncanakan malah kadang terjadi. Tapi orang yang efektif adalah mereka yang memilih untuk berinvetasi pada kebiasaan yang efektif. Salah satunya adalah selalu memulai dengan tujuan akhirnya. Menetapkannya, meninjaunya, menyesuaikannya. 

Dengan demikian, orang yang menargetkan menikah di 2025, memang perlu untuk bangun pagi dan memulai aktivitasnya dengan membaca target itu. Sehingga, sekiranya pada hari itu dia menerima gaji, ia akan cenderung untuk menabung untuk biaya pernikaha. Atau kebetulan di hari itu ia bertemu dengan seseorang yang menarik, ia akan mencari cara untuk berkenalan, dan bukannya sibuk mengikuti arus media sosial dengan menyimak HP nya dengan takzim. Jodoh itu bisa jadi ada di hadapannya, namun ia lewatkan lantaran lupa pada tujuan akhirnya. Pun jika belum ada kandidat, setidaknya ia bisa meluangkan waktu untuk belajar ilmu berkeluarga yang sekarang demikian melimpah. Atau memanfaatkan momen luang guna menajamkan kriteria calon pasangan yang ia incar—selama ini mungkin ternyata masih abstrak. Jika ia melakukan ini tiap hari sepanjang tahun, pun jodoh belum ditemukan, bukankah ia telah menjadi orang yang berbeda? Ya, jodohnya belum ada, namun setidaknya ia telah melayakkan diri dan menjadi pribadi yang lebih baik? Gagalkah ia? Tentu tidak. Sebab di momen ia menemukan jodoh, ia adalah orang yang teramat potensial untuk membangun rumah tangga yang harmonis. 

Maka kawan-kawanku yang sedang ragu soal menetapkan tujuan awal tahun, teguhkanlah hatimu. Tuliskan saja. Renungkan dengan sungguh-sungguh. Pun jika ia masih berupa salinan tujuan tahun lalu, tuliskan ulang saja. Lalu jalankan Kebiasaan 2, Mulai dengan Tujuan Akhir. Setiap hari. Atau semampumu, sejauh ia kau niatkan jadi kebiasaan. Kita tidak sedang berpacu dengan siapa-siapa. Kita sedang membangun kehidupan yang utuh dan berpandangan jangka panjang. 

Spread the love

1 thought on “Tetaplah Membuat Tujuan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *