Antara Meta dan Phytagoras

Kemarin pagi tiba-tiba sebuah pemikiran aneh muncul dalam pikiran saya. Begini ceritanya.

Saya teringat sebuah rumus matematika terkenal: Phytagoras. Menurut Mbah Phytagoras tersebut, kuadrat dari sisi miring sebuah segitiga memiliki jumlah yang sama dengan penjumlahan kuadrat dua sisi siku-sikunya. Dengan kata lain, jikalau kita ingin mengetahui panjang sisi miring sebuah segitiga namun hanya mengetahui panjang kedua sisi siku-sikunya saja, kita cukup mengkuadratkan, menjumlahkan, kemudian mengakarkannya.

Lalu, apa istimewanya ‘penemuan’ saya ini?

Well, tidak ada yang terlalu istimewa sih. Saya kemudian hanya teringat konsep dalam NLP yang dinamakan ‘meta’. Anda tentu tahu Meta Model, kan? Dari beberapa literatur yang saya baca, istilah ini pertama kali diluncurkan oleh Gregory Bateson dalam diskusinya bersama Bandler dan Grinder pada awal-awal keduanya melakukan modeling terhadap Perls dan Satir. Menurut literatur itu pula (yang saya lupa tepatnya, he..he..) kata meta memiliki arti above atau beyond alias sesuatu yang berada di ‘atas’ atau lebih tinggi. Nah, dinamakan Meta Model karena teknik yang satu ini mengajak kita untuk melepaskan diri (disassociate) dari content suatu permasalahan dan ‘naik’ untuk melihat dari atas bagaimana sebenarnya struktur dari permasalahan tersebut. Itulah sebabnya, Meta Model tidak menyarankan kita untuk, misalnya, bertanya kepada seseorang yang depresi pertanyaan seperti, “Mengapa kamu bisa depresi?” Ia justru mengajak kita untuk bertanya, “Bagaimana persisnya kamu bisa depresi?” Dengan cara seperti ini, orang tersebut biasanya akan ‘keluar’ dari state-nya dan bisa kita ajak untuk memahami struktur dari permasalahan yang ia hadapi alih-alih content dari masalahnya. Dalam pengembangan lebih lanjut oleh L. Michael Hall, Bob Bodenhamer, dkk dengan Neuro-Semantic-nya, konsep meta ini diperluas dan digunakan sebagai dasar dari banyak proses intervensi dalam NLP.

Loh, apa pula hubungannya dengan rumus Phytagoras tadi?

Ini dia yang menarik. NLP mengajarkan kita untuk memahami struktur dari suatu masalah dan bukan content-nya. Karena itulah kita diajak untuk mengambil posisi meta, karena dengannya lah kita bisa melihat dari ‘atas’ dan mengamati struktur dari masalah tersebut untuk kemudian memodifikasinya. Mirip dengan NLP, Phytagoras pun demikian. Sekilas, tidak ada hubungan yang berarti antara panjang ketiga sisi dari sebuah segitiga. Jika kita hanya berkutat pada panjang ketiga tersebut, saya jamin kita akan putus asa untuk menemukan kaitannya. Nah, keterkaitan baru bisa kita lihat ketika kita ‘naik’ dan melihat dari posisi yang lebih tinggi dengan cara mengkuadratkan ketiga sisi tersebut. Jadilah ketiganya ternyata memiliki hubungan penjumlahan yang harmonis.

Mmm…aneh memang ide yang muncul tiba-tiba dalam kepala saya ini. Namun ia semakin menguatkan keyakinan saya bahwa kehidupan memang menyimpan misteri keterkaitan yang tidak akan bisa kita pahami, kecuali kita mau melepaskan diri dari keseharian dan menikmati ciptaan-Nya dari tempat yang lebih dekat dengan Ia yang menciptakan.

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *