“Tuhan tidak membutuhkan usahamu untuk memberikan hasil yang kau perlukan. Kau lah yang memerlukan usahamu agar layak menerima hasil yang Dia berikan.”
Bukan sebab Dia tak mampu, maka kau belum dapatkan apa yang termaktub dalam doamu. Maha Suci Dia, dari ketidakmampuan. Tapi Dia jelas lebih tahu, apakah pintamu, memang yang terbaik untuk keabadian hidupmu. Maka Dia biarkan kau berusaha, semata-mata agar kau layak menerima apa yang pernah kau pinta.
Bagaimana kah jadinya seorang anak berumur 5 tahun yang meminta diberi sebuah mobil mewah oleh orang tuanya? Ah, jika sang orang tua masih waras, tentu permintaan itu hanya lah sebuah lelucon, sampai sang anak beranjak dewasa dan tibalah waktunya. Maka sang anak, jika pun ia serius, perlu menjadikan dirinya layak dipercaya, sebelum akhirnya menikmati apa yang ia pinta.
Demikian pula lah yang terjadi pada tiap pintamu, wahai diri. Sebab kau jauh dariNya, maka tak paham lah kau pada apa yang telah Dia siapkan untuk hidupmu. Jadilah kau sibuk meminta, namun lalai memantaskan usaha. Padahal sepadannya usaha, akan menjadikan perwujudan pintamu lebih bermakna.
Aku teringat keinginan tuk membelikan sebuah telepon seluler baru untuk Ibu. Berpikir untuk menghadiahi dengan perangkat yang cukup canggih, dengan kelembutannya, istri mengingatkan, “Beliau tak memerlukannya. Perangkat yang canggih malah akan menyulitkannya.” Ah, betapa diri ini seolah baru pernah mendengar nasihat serupa itu. Yang tampak bagus, tak selalu tepat. Yang tepat, bisa jadi tak tampak bagus.
Maka Dia biarkan diri ini berusaha, sebab dalam usaha itu lah terkandung pasangan makna yang tiada duanya. Makanan yang serupa, bisa menghadirkan kenikmatan yang berbeda, kala disantap oleh dua orang dengan tingkat kelaparan yang berbeda. Dalam berlikunya usaha, sejatinya Dia siapkan dirimu tuk menikmati apa yang kau pinta, atau yang lebih baik dari itu.