“Insan mulia adalah ia yang berkebaikan dengan segera, menganggapnya kecil, menutupinya, lalu menyungguhi kesemuanya.”
Bukanlah insan mulia ia yang sibuk menciptakan kesan. Bukan pula mereka yang gemar berangan-angan, namun tak satu pun langkah dimulai. Apalagi ia yang nikmat menunjuk keluar, sedang begitu banyak cela di dalam.
Insan mulia adalah ia yang gemar memulai hal-hal kecil. Kecil bukan sebab sepele nan tak berarti, namun semata karena ia menganggapnya demikian. Padahal sudah merupakan hukum alam bahwa segala yang kecil, lalu tertumpuk, akan membesar seiring waktu. Jika hukum alam ini berlaku bagi keburukan, apalagi kebaikan?
Insan mulia, memahami bahwa balasan perbuatan bukanlah dari sesamanya. Balasan hakiki hanyalah apa yang tersedia baginya kelak dari Tuhannya. Maka lurusnya niat menjadi tak sempurna kala kebaikan yang dilakukan belum ditutupi. Sebab setiap kebaikan sejatinya adalah persembahan rahasia, layaknya rahasia yang tersimpan antara dua kekasih.
Demikianlah para insan adalah mereka yang tak ingin dianggap besar. Kalaupun nama mereka melambung, semata sebab kesungguhan dan ketulusan yang membahana jua meski tak diniatkan barang setitik. Mereka bekerja atas dasar kesadaran, bahwa anugerah bertindak itu ada dalam dirinya, dan menunggu tuk ditunaikan.