“Berbekal keyakinan, kan tampak bagi diri apa-apa yang bagi orang lain tak kelihatan.”
Keyakinan, adanya dalam hati. Ia kesatuan pikiran dan perasaan. Mungkin ada unsur kelogisan diperlukan, namun ketika telah terbentuk, maka logis tak lagi relevan.
Di titik inilah keajaiban manusia. Kala telah yakin, ia mampu melihat apa nan belum terlihat. Kadang ini berdampak buruk. Namun sejatinya kemampuan ini diciptakan untuk kebaikan. Seperti apakah surga? Kita tak pernah tahu kini. Namun karena yakin, jadilah surga idaman setiap insan, yang menginspirasi langkah-langkahnya melewati kesulitan.
Seperti apakah kesetiaan itu? Sungguh kita tak tahu. Namun kala kekasih jauh, dan keyakinan terasa dalam diri, tenanglah hati sebab yakin akan kesetiaan.
Impian, menjadi kenyataan, sebab keyakinan. Apakah impian itu kala belum diwujudkan? Ia angan semata. Tak heran kadang kita terima banyak cibiran. Namun apa yang membuat insan gigih mengejarnya adalah keyakinan. Ketika yakin sudah ada dalam diri, tubuh ini bergerak sendiri. Mata menemukan apa yang mungkin, lalu tangan dan kaki mengemban tugasnya.
Ah, bukankah puncak pertumbuhan adalah ihsan? Ketika diri senantiasa merasa berada dalam pengawasan? Darimana datangnya perasaan ini jika bukan dari keyakinan? Keyakinan yang membutakan mata fisik, mengaktifkan mata hati.
Maka perhatikanlah keyakinanmu, wahai diri. Adakah ia menjadikanmu insan mulia. Jika tidak, buru-burulah menggantinya. Sebab ujung hidupnya bergantung padanya.