Inilah pola pikir paling mendasar yang benar-benar memerlukan perjuangan bagi saya untuk menghayatinya. Karena paling mendasar, maka ia landasan bagi segalanya. Dan segala model serta teknik yang saya pakai, akan rapuh tanpa landasan yang satu ini.
Ya, coaching adalah tentang klien, bukan tentang saya. Ini adalah hidupnya, targetnya, impiannya, pekerjaannya, keluarganya. Bukan tentang diri saya, kehidupan saya, pengalaman saya, kesuksesan saya. Mungkin saya memiliki informasi dan pengalaman yang kaya. Namun pertanyaan paling penting adalah: apakah ia memerlukannya?
Cara berpikir ini lah yang, ketika dari hari ke hari saya hayati, mempermudah saya untuk menjernihkan pikiran saat menyimak apa yang dituturkan oleh klien. Karena ini tentangnya, maka saya dengan mudah mengendalikan ego saya yang ingin bercerita banyak hal. Namun apa lah arti cerita saya, jika tak mengena dengan kebutuhannya, kondisinya. Maka yang penting adalah memahaminya, sehingga ia pun memahami kondisinya pula. Lalu dari situ, pertanyaan dan masukan saya baru bisa berguna.
Ya, meski coaching memang banyak menggunakan pertanyaan, saya masih sering mendapati bahwa pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan muncul untuk memuaskan ego saya. Saya sibuk memikirkan pertanyaan yang sepertinya keren dan saya pikir akan mengena, menciptakan ‘aha moment’ dalam dirinya. Begitu ini yang saya niatkan, maka buyarlah semuanya. Mereka berputar-putar, kehilangan arah dan gairah, begitu pun saya. Saya mungkin menggunakan pertanyaan, namun bukan untuk membantunya. Inilah sebabnya.
Maka kalimat yang saya sering hayati adalah, “Saya ada untuk membantunya. Menjadi rekannya. Ini tentangnya, ini hidupnya. Bukan tentang saya.”