“Terlalu banyak gula buat minuman tak nikmat. Terlalu banyak kesenangan buat jiwa tak sehat. Cukupkanlah.”
Nikmatnya teh dengan dua sendok gula, kan segera sirna kala ditambahkan 1 sendok lagi. Sebab sesuatu yang melebihi takaran acapkali memang kan menghilangkan keindahan. Hanya ia yang cukup, jadikan kenikmatan termaktub.
Begitu pun kesenangan. Ia nikmat kala cukup, tak lebih. Kesenangan adalah obat bagi lelahnya jiwa. Tapi layaknya obat, dosis berlebih justru kan menjadikannya racun, alih-alih penyembuh.
Adalah sejarah, yang mencatat pencapaian sebagai fungsi dari penundaan pada kesenangan. Ya, mereka yang menemukan kebermaknaan, adalah mereka yang mahir menentukan jenis kesenangan, dan menikmatinya hanya kala dibutuhkan. Sebab bertumbuhnya jiwa, terjadi bukan sebab memenuhi kesenangan, melainkan memenuhi janji-janji mengerjakan hal yang berarti. Dalam perjalanan itulah kelelahan wajar terbit, hingga wajar pula kesenangan mengisi titik lelah itu. Dan kala ia telah segar lagi, siap lah ia tuk berjalan kembali.
Maka, wahai diri, pilih lah kesenangan yang menghidupkan. Waspadalah pada ia yang melalaikan. Sebab yang melalaikan, acapkali mematikan kala dibiarkan. Ah, apalah artinya tubuh yang hidup dengan jiwa yang mati?
Cukupkanlah. Cukupkanlah. Ia yang cukup adalah yang terberkahi.
Siiiip….
Kalo untuk yang ini setuju sekali pak…
Hehehe… Berarti yang lain ndak setuju? ;-p