“Uang itu alat. Maka ketahuilah untuk apa ia kan kau gunakan sebelum kau mengumpulkannya.”
“Tujuan menentukan cara. Menentukan mau kemana, harus mendahului daripada menentukan mau naik apa,” demikian sebuah nasihat bijak. Maka cermatilah, wahai diri, apa-apa saja dalam hidup yang merupakan tujuan, dan apa-apa saja yang sejatinya adalah cara. Kenalilah mana yang manfaat, dan mana yang alat.
Dan uang, adakah ia tujuan atau alat atau manfaat?
Sungguh begitu banyak insan tertipu, menyamakan manfaat dan alat. Bahkan mendahulukan mengejar yang satu, hingga melalaikan yang lain. Hingga ketika yang dikejar itu didapat, terbitlah sebuah tanya dalam diri, “Dimana kebahagiaan? Mengapa ia tak hadir jua?”
Waspadalah, wahai diri, waspadalah. Uang itu alat, bukan tujuan. Seberapa uang yang kau perlukan, ditentukan dari apa-apa saja yang akan kau lakukan. Dan apa-apa yang kau lakukan, ditentukan dari ingin berakhir seperti apa kah hidupmu kelak.
Ah, kiranya ini yang sering diri ini lalai: ingin berakhir seperti apa kah hidup ini kelak? Luput memikirkannya, jelas jadikan kita sibuk berburu sesuatu yang belum tentu kita butuhkan. Sebab mengejar yang tak jelas kebutuhannya, lepaslah beragam hal yang penting dari hadapan.
Suami dan istri bekerja dari pagi hingga malam, 5 hari dalam seminggu. Plus tetap melayani telepon pekerjaan di akhir pekan. “Kami profesional. Ini semua toh untuk keluarga.” Lalu heran lah mereka kala anak-anak lebih akrab dengan pengasuhnya, tak terdidik dengan baik, dan jauh secara emosional.
Bertanyalah wahai diri, akan berbagai hal yang berarti di hari akhir nanti. Lalu tentukan jalan-jalan yang mengantarkanmu kesana. Barulah layak kau perhitungkan berapa banyak yang perlu kau kumpulkan. Apatah lagi merenungkan sebuah nasihat, “Kemuliaan bukan terletak pada apa yang kau kumpulkan. Kemuliaan terletak pada apa yang kau berikan.”
Ya, tentukan apa yang ingin kau berikan pada kehidupan, lalu kumpulkan berapa banyak yang kau butuhkan.
Suka sekali, terimakasih sudah mengingatkan…