“Tiap pemimpin selalu memiliki waktu tuk menyendiri. Mengurai makna-makna, membarukan jiwa.”
Adalah tabiat diri tuk mengambil waktu menyendiri. Sebab di tengah keriuhan, memang banyak hal berharga dialami, namun sulit bagi diri tuk mengambil hikmahnya. Menyendiri, memungkinkan diri menjaga jarak dengan kenyataan, demi menelaah setiap langkah, dan menyusun mozaik pembelajaran dengan indah.
Para pemimpin—dan sejatinya tiap kita adalah pemimpin—adalah para pembelajar sejati. Kata orang, ia yang tak henti belajar, akan terus memimpin. Karena memang tugas para pemimpin menunjukkan arah, maka mesti lah ia memiliki setidaknya selangkah ilmu lebih maju. Lalu tak perlu lah ia berpromosi, sebab tiap orang telah menyadari sendiri bahwa ia lah yang layak diikuti.
Maka para pemimpin, memang selalu meluangkan waktu tuk menyendiri. Dalam kesendirian itulah, jiwanya tumbuh, membaru, penuh cahaya yang meliputi sekelilingnya. Hanya dengannya lah makna-makna kan terurai, sebab memang tabiat ilmu adalah pencemburu. Jika pikiranmu berisi ilmu, ia mengalir. Jika pikiranmu terisi yang lain, ia menjauh.
Namun meski menyenangkan, kesendirian bukanlah keseharian para pemimpin. Sebab kerja nyata lah sejatinya yang menjadi tujuan. Menikmati kesendirian, hanyalah perhentian sejenak demi segarnya jiwa, agar langkah tegak bertenaga. Persis layaknya tubuh yang memerlukan makanan, demikian jiwa yang memerlukan hikmah.
Maka setiap kali kelelahan terasa, wahai diri, menepilah sejenak. Nikmati keheningan penuh syukur, sebab di dalamnya lah kau kan temukan keindahan, bahwa setiap hal telah diatur dengan penuh kesempurnaan.
Berlibur.. Berkumpul keluarga, anak2.. Apa bs dikatakan pembaruanjiwa juga mas?
Yes. Sangat. Menguatkan yang kendur. Memerbaiki yang retak.