Resolusi Berbasis Misi – #2

Adalah Stephen R. Covey yang mengajari saya untuk merumuskan misi hidup, melalui karya fenomenalnya, “The 7 Habits of Highly Effective People”. Kebiasaan kedua orang yang sangat efektif, menurut beliau, adalah selalu memulai dari tujuan akhir. Mereka hidup dengan rencana (live by design), alih-alih hidup apa adanya (live by default).

Ini dilakukan sebab memang demikianlah hukum alam yang ada, yakni segala sesuatu diciptakan dua kali. Pertama di pikiran, kedua di kenyataan. Penciptaan mental mendahului penciptaan fisik. Dengan kata lain, akhir hidup yang bahagia, takkan terjadi jika kita tak pernah secara mental mendesainnya sekarang.

“Dan saya menemukan,” ujar Covey, “bahwa menuliskan Pernyataan Misi Pribadi (PMS) merupakan sesuatu yang sangat membantu saya menjalani hidup.”

Bagaimana caranya?

Untuk kemudahan Anda, saya melakukan modifikasi terhadap langkah-langkah yang Covey ajarkan.  Yuk, kita mulai. Silakan siapkan alat tulis.

Sudah? Bagus!

Pertama, pikirkan diri Anda berada di ujung-ujung usia. Terserah usia berapa pun itu, yang pasti hidup kita hampir berakhir, tugas hampir selesai ditunaikan. Di momen ini, kita sedang dikelilingi oleh orang-orang terpenting dalam hidup kita, yang telah merasakan keberadaan Anda selama ini menjalankan berbagai peran dalam hidup.

Kedua, silakan tulis:

  • Apa saja peran yang telah Anda jalankan selama hidup?
  • Siapa saja kah mereka yang berada di sekeliling Anda?

Misalnya, peran Anda sebagai ayah, berarti ada anak Anda. Peran Anda sebagai istri, berarti ada suami. Peran Anda sebagai karyawan, berarti ada atasan atau bawahan. Peran Anda sebagai tetangga, berarti ada tetangga kiri dan kanan. Tuliskan semua peran-peran itu, maksimal 6-7 peran. Jika Anda punya lebih, cermati bahwa beberapa peran sebenarnya bisa digabung. Misalnya, peran sebagai atasan dan bawahan, bisa digabung menjadi peran sebagai karyawan. Peran sebagai kakak dan adik, bisa digabung menjadi peran sebagai saudara kandung.

Ketiga, pikirkan setiap orang yang ada di sekeliling Anda, di ujung usia ini, mengungkapkan penilaian mereka tentang karakter Anda selama hidup. Apakah kiranya yang akan masing-masing ucapkan? Contohnya, anak Anda berkata, “Ayah adalah teladan dalam keshalihan, guru yang bijak, dan sahabat yang menyenangkan.” Istri Anda mengungkapkan, “Dia adalah suami yang selalu jujur dan pengertian.”  Orang tua Anda—asumsikan saja masih hidup—berucap, “Dia adalah anak yang sangat berbakti, dan penyayang pada saudara-saudaranya.”

Renungkan baik-baik, secara mendalam. Kita akan mendapati bahwa ia adalah harapan sejati tentang diri kita.

  • Seperti apa kah kita ingin dikenang?
  • Karakter apa kah yang ingin kita jalani?
  • Apa saja kah ‘warisan’ yang ingin kita tinggalkan?
  • Kemampuan terbaik apakah yang ingin kita persembahkan?

Sadarilah berbagai keunikan yang Anda miliki. Gunakan imajinasi Anda. Dengarkan baik-baik suara hati Anda.

Proses ini memerlukan waktu. Lakukanlah di tempat yang tenang, di saat Anda tidak terburu-buru. Masuklah ke dalam diri, dan temukan alasan mengapa Anda berada di antara orang-orang yang ada di sekitar saat ini.

Keempat, jika sudah selesai, duduk lah dengan nyaman, dan pikirkan orang-orang tersebut berada di sekeliling Anda, mengucapkan apa yang telah Anda tulis satu per satu. Dengarkan dengan seksama, tandai apa yang terjadi dalam hati. Adakah kesemuanya memang sesuatu yang Anda harapkan bisa Anda jalani? Jika ada yang kurang pas, silakan perbaiki.

Kelima, perhatikan apa yang telah Anda tulis. Baca ulang beberapa kali, dan tandai, apakah benang merah dari kesemuanya? Susunlah ia dalam bentuk yang enak dibaca, dan mudah diingat. Mudahnya: rangkumlah. Tidak ada patokan baku. Ada yang senang menuliskannya dalam bentuk poin-poin, ada juga yang dalam bentuk paragraf. Ada yang gemar dengan bahasa lugas, yang lain bahasa puitis. Karena ia adalah undang-undang pribadi, maka panjang pendeknya pun terserah Anda. Milik saya sendiri saat ini hanya satu kalimat. Tapi kalimat itu akan segera membuat saya ‘terbakar’ semangat untuk mengerjakan banyak hal.

Proses ini pun, lagi-lagi, memerlukan waktu, kesabaran, dan ketekunan. Hingga akhirnya Anda merumuskan sebuah Pernyataan Misi Pribadi. Sebuah konstitusi yang ingin Anda pegang sejak sekarang sampai dengan nanti.

Keenam, lakukan tes. Ya, sebuah misi mestinya mampu memberikan efek berikut ini:

  • Memberikan arah dan tujuan, saat kita berada di persimpangan dan perlu mengambil keputusan.
  • Menantang dan memberi semangat saat kita sedang jatuh dan loyo.
  • Menggambarkan yang terbaik dalam diri kita. Mudahnya, setiap kali kita baca, kita bisa mengatakan: gue banget!
  • Mengajak kita tumbuh secara utuh: spiritual, intelektual, sosial/emosional, fisikal/material.

Mengenai poin pertama, saya teringat sebuah pelajaran dari seorang guru. Pada salah seorang peserta pelatihan, ia bertanya, “Pak, dari rumah ke kantor, ada berapa persimpangan ya?”

Yang ditanya terkejut dan tersenyum, lalu menjawab, “Wah, ya nggak hafal Pak. Yang pasti banyak sih.”

“Lalu, Bapak tidak pernah nyasar ya berangkat kantor? Padahal ada banyak persimpangan?” tanyanya lagi.

“Ya nggak lah Pak,” jawab sang peserta.

“Bagaimana bisa ya?”

“Ya, karena saya tahu saya harus sampai kantor. Saya tahu persis letak kantor saya ada di mana. Saya sudah biasa lewat setiap hari, makanya tidak perlu mengingat lagi ada berapa persimpangan.”

“Nah,” lanjut guru saya, “dalam hidup kita, akan ada berapa banyak persimpangan yang akan kita lalui?”

Saya pun tertegun. Ya, inilah fungsi misi hidup. Ia mestilah memberi arah dan tujuan. Sebab sedemikian banyak persimpangan dalam hidup, lelah lah kita jika tak memiliki tujuan yang jelas. Tanpa misi, setiap persimpangan akan menjadi titik melelahkan.

Maka cobalah. Lakukan tes. Setiap kali Anda mengalami sebuah persimpangan, kegalauan, baca Pernyataan Misi Pribadi Anda. Renungkan baik-baik, dan biarkan jawaban muncul.

Mungkinkah terjadi tak muncul sebuah jawaban pun?

Sangat mungkin. Dan itu adalah pertanda bahwa kita perlu menengok kembali Pernyataan Misi yang telah kita tulis. Bisa jadi ia perlu dipertajam, diolah kembali, dideteksi ulang. Misi yang saya pegang saat ini sudah merupakan revisi ketiga, setelah yang sebelumnya tidak lagi mampu memberi arah yang jelas dan energi yang cukup kuat.

Dari sini, baru lah kita rumuskan resolusi tahun baru. Resolusi tahun baru, adalah aktivitas-aktivitas nyata yang akan kita kerjakan untuk mewujudkan misi hidup. Jika misi membuat kita ‘terbang’, resolusi membuat kita ‘mendarat’.

Spread the love

2 thoughts on “Resolusi Berbasis Misi – #2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *