“Pada apa nan hilang darimu, sejatinya Dia sedang sucikan hatimu.”
Kuteringat sebuah nasihat, bahwa Dia pencemburu. Sebab hati memang Dia ciptakan hanya bisa menghadap pada yang satu. Jika bukan padaNya, maka pasti pada yang lain. Jika bukan yang lain, maka pasti menghadapNya. Maka pada jiwa-jiwa yang didekatkan kepadaNya, sungguh kerap beragam kehilangan ditakdirkan, agar hati terbiasa melepas apa-apa selainNya.
Demikianlah kehilangan yang terjadi pada diri, apapun bentuknya, adalah jalan bagi hati tuk disucikan. Sebab menatap pada yang tampak memang acapkali melalaikannya dari menghadap lurus hanya kepadaNya. Dahi boleh bersujud, tapi hati belum tentu. Lisan boleh berdzikir, namun hati belum tentu tersambung padaNya.
Adalah tabiat nafsu, yang meski penuh gairah tuk kembali, tetap saja tak mudah tuk benar-benar menyucikan diri sendiri. Maka kehilangan, adalah sebuah ‘paksaan’ tuk melepaskan hati dari beragam noda-noda iman. Ia mungkin menyakitkan, namun tiap kesabaran takkan lepas dari ganjaran, apalagi keikhlasan. Dan melalui keduanya lah nilai jiwa ditinggikan. Sebab terlepas dari yang lahir, maka ia terus meringan, hingga mudah naik dan tersambung padaNya. Ibarat jalan, ia mulus dan bersih, sambungan langsung tanpa hambatan.
Di titik itu, wahai diri, jiwamu merdeka. Hanya tunduk pada Yang Maha, satu-satunya yang layak ditunduki. Lepas dari kelekatan pada sesamamu.