“Takkan bersemayan dua rasa takut. Jika takut kita padaNya, tak takut kita pada yang lain. Jika takut kita pada yang lain, tak takut kita padaNya.”
Hati ini tak sanggup mendua. Hanya satu saja kan bersemayam rasa takut. Dan pilihan rasa itu, sungguh menentukan selamat tidaknya diri ini di akhir hari. Sebab insan memang bergerak dengan bekal rasa. Rasa lah yang menjadikan pada wajah terbit senyum, pada langkah terbit kesungguhan. Rasa pula lah yang melahirkan wajah masam, dan langkah-langkah lesu.
Waspadalah dengan rasa takutmu, wahai diri. Kala takutmu terarah pada selainNya, niscaya sirna lah takutmu padaNya. Di sini lah bencana kan melanda, harapan sirna, aroma dosa membahana. Namun kala takutmu terarah padaNya, pastilah sirna takutmu pada selainNya. Sebab kebesaranNya meliputi segala sesuatu. Takutmu padaNya kan menjadikanmu besar di hadapan selainNya.
Kendalikanlah rasa takutmu, wahai diri. Jangan biarkan selainNya mengendalikan hidupmu.
“Aku tahu itu, tapi sungguh sulit ku tak takut pada selainNya,” demikian mungkin ujarmu.
Sungguh takkan hadir rasa, tanpa pengenalan. Hanya pada yang kita kenali, kita mampu lahirkan rasa. Begitupun rasa takutmu hanya padaNya, hadir seiring pengenalanmu akan kuasaNya, kehendakNya, sifat-sifatNya. Maka kenalilah ia, wahai diri, sepenuh sungguh. Sedikit saja kau arahkan pandanganmu tuk memahami kuasaNya, sejatinya seketika itu rasa takutmu padaNya mulai terbit dan menggelora.
“Tapi aku tak ingin beriman dengan rasa takut. Aku beriman dalam damai,” ujarmu lain waktu.
Benar. Itupun yang kuinginkan. Menariknya, rasa takut padaNya sungguh berbeda dengan rasa takut pada selainNya. Kala kau takut pada makhluk, kau menjauh darinya. Namun kala kau takut padaNya, kau justru mendekat, sebab mendekat padaNya memang adalah jalan tuk menghiba ampunanNya.
Maka alih-alih merisaukan, rasa takut padaNya justru mendamaikan. Semakin kau mendekat, semakin kan kau rasakan kelembutanNya. Sirnalah takut nan merisaukan, sirna pula lah rasa takut pada selainNya.