“Kala usaha telah disungguhi, biarkanlah hasil menampakkan wujudnya sendiri.”
Tak ada lain, kewajiban hamba adalah usaha, teriring doa. Pada keduanya lah wujud syukur, terima kasih sedalam-dalamnya pada Sang Pemilik Hidup. Betapa tidak? Sedang diri ini entah apa mulanya, kini tercipta dalam sesempurna rupa. Kesempurnaan rupa dan akal ini, sungguh tak layak dibiarkan tersia belaka, tanpa kesungguhan mewujudkan misi penciptaannya.
Adalah misi itu ibadah. Dia ciptakan tiap insan dalam keunikan, tuk mengisi tempatnya dengan sepenuh kesungguhan. Tempat itu tak tergantikan. Maka sebentuk syukur adalah mengenalinya, mengembangkannya, menjalaninya dengan penuh keikhlasan.
Maka doa yang terbaik, adalah doa sapu jagat, yang terkandung di dalamnya permohonan kebaikan. Tak tanggung-tanggung, untuk yang kini dan nanti. Sebab yang kini semantara saja, namun apa yang terjadi padanya menentukan apa yang terjadi selamanya nanti. Ya, permohonan kebaikan, bukan permohonan tuk menjadi apa atau memiliki apa. Sebab menjadi apa itu telah jelas, begitu pula memiliki apa telah terjatah. Yang belum pasti adalah adakah dalam kemenjadian dan kepemilikian itu berbuah kebaikan.
Usaha sungguh-sungguh, adalah jalan kesyukuran. Padanya kan terdapat tak berbilang ganjaran. Namun jangan sempit menantinya hanya di dunia semata, sebab kalaupun ada, ia senilai debu saja. Ganjaran yang nanti lah yang sejati.
Lalu apa yang bisa diharapkan oleh insan dalam kehidupan nan singkat ini?
Tiada lain, ia lah petunjuk dan kekuatan untuk berjalan di atas jalan kebenaran, kebaikan, dengan penuh kesungguhan. Padanya lah waktu takkan tersia, hidup takkan merana, serta moga surge balasannya. Tak perlu risau dengan hasilnya. Sebab pada tiap kesungguhan, pasti terperhitungkan berlipat balasan. Biarkan lah ia menampakkan wujudnya, pada waktu diperlukan.