Sebuah mobil mengambil jalur busway, jalur yang bukan haknya. Tak butuh beberapa menit untuk kita mendapati sederetan mobil mengikuti di belakangnya. Dosa jariyah.
Sebuah sepeda motor memotong taman pembatas jalan. Rupanya ini telah jadi kebiasaan, sebab pada taman itu tampak jalur bekas roda membelas rerumputan. Entah siapa yang memulai. Tapi ini pun, dosa jariyah.
Di sebuah tempat makan berpendingin ruangan, samar-samar tercium aroma rokok. Beberapa waktu kemudian aroma yang sama semerbak pula dari sisi ruangan yang berbeda. Siapapun yang memulai, ia memulai dosa jariyah, dengan mengatakan secara tersirat bahwa tempat makan ini memperbolehkan orang merokok.
Tak hanya amal yang bisa menjadi jariyah, yang pahalanya mengalir tanpa henti akibat kemanfaatan yang kita beri. Bahkan hingga kita mati, insya Allah amal serupa ini kan terus mengiringi hingga hari akhir nanti. Ini jika ia amal baik. Jika ia keburukan, niscaya kejadiannya pun sama. Ia diikuti, bahkan hingga membudaya, lalu kita kebingungan di hari akhir nanti mengapa kita bangkrut. Sebab orang-orang yang terdzalimi haknya kan menuntut, padahal tabungan kebaikan ini tak seberapa.
Para pemilik mobil mewah yang mengambil jalur busway itu mungkin tak sadar kalau mereka dikutuki oleh ribuan orang pengguna busway yang terampas haknya. Para pengendara motor perusak taman itu pun juga bisa jadi tak sadar kalau mereka disumpahi petugas pemeliharan taman yang tiap hari tekun merawat. Para perokok itu pun juga boleh jadi tak sampai berpikir bahwa ratusan pelanggan yang membenci rokok sedang mendoakan keburukan bagi mereka.
Dalam diam, doa orang-orang yang terdzalimi sungguh nyaring hingga ke langit. Maka wajar jika kita diajari tuk selalu memohon ampun atas kekhilafan diri. Sebab lelaku buruk bisa jadi terbit tanpa dimaksud. Ia mungkin tak sengaja, lalu menjadi kebiasaan. Yang tak kita sadar, ia jadi ikutan. Astaghfirullah.