“Tantangan terbesar masa kini mungkin bukanlah visi. Tapi aksi.”
Ya, manusia di zaman ini rasanya sudah tak takut lagi bermimpi. Menembus batas kemungkinan, menuju langit kebelummungkinan, adalah hal yang telah menjadi bincangan sehari-hari. Namun sebagaimana tabiat mimpi yang tinggi melangit, pekerjaan rumah berikutnya adalah menurunkannya ke bumi. Menjadi khalifah, berarti melahirkan manfaat nyata. Dan melahirkan manfaat, berarti menekuni langkah-langkah bumi.
Dan di sinilah tantangannya. Sebab bermimpi dan mengeksekusi memerlukan dua jenis cara berpikir dan bertindak yang jauh berbeda. Dalam bermimpi, semua tampak indah. Namun kala terjun dalam aksi, diri ini diminta untuk melihat apa yang ada di hadapan, menggarapnya satu demi satu. Jika dalam bermimpi kita bicara kemungkinan, dalam eksekusi kita bicara ketekunan.
Tengoklah pribadi nan menyejarah, niscaya takkan kita temukan satu pun di antara mereka yang tak tekun. Mereka adalah pemimpi dan pengeksekusi sekaligus. Jika pun tak ahli dalam hal-hal mendetil, mereka cari orang-orang yang bersedia mendampingi.
Dalam ketekunan, terkadang ada kebosanan. Dan para ahli, adalah mereka yang terlebih dahulu ahli dalam mengatasi kebosanan. Sebab hasil nan agung, adalah buah dari pembangunan dan perbaikan terus-menerus. Ia memerlukan pengulangan. Dan pengulangan, adalah kawan kebosanan. Tapi menariknya, pengulangan, adalah induk segala keberhasilan.
Tak ada juara sejati yang lahir dalam sehari. Orang boleh mengelu-elukan dan terhenyak dengan penampilan sekian detik seorang penari, namun ia sendiri sungguh telah ribuan kali melakukan hal serupa di ruangan sepi. Tanpa tepuk tangan nan riuh, ia menepuk tangani dirinya sendiri. Sang juara bukanlah lahir di medan laga. Ia lahir di tempatnya berlatih, mengulang, menundukkan kebosanannya.
Hak sebuah impian, adalah diwujudkan. Berani bermimpi, berani lah menyeburkan diri dalam lautan aksi.