Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Adalah tujuan diri ini menjadi abdi. Maka setiap detik, bahkan satuan waktu yang lebih kecil dari itu, selayaknya diarahkan untuk mengabdi. Lalai menyadari kenyataan ini tidak saja kan sebabkan tiap amalan tak diperhitungkan, melainkan juga hidup kan galau tanpa panduan.
Betapa ponsel yang tak tersambung pada internet ibarat benda mati. Maka jiwa yang tak tersambung pada Tuhannya pun demikian. Terombang-ambing dalam tanya, sebab ia bekerja hanya demi yang setara dengan dirinya sendiri.
Seseorang bekerja sebab ada yang mempekerjakan. Jika tak ada tuan, siapa kah yang hendak menggaji?
Begitu pun hidup. Tanpa iman, hendak ke mana kah susah payah ini hendak diminta ganti?
Iman, ibarat pendaftaran. Nama yang terdaftar dalam antrian, meski ikut lama mengantri, takkan masuk diperhitungkan. Ia yang tertera, biarpun mesti menunggu lama, kan tiba jua pada giliran. Tiap amal kebaikan, mestilah didaftarkan. Dengannya ada harapan, ada jaminan. Pada siapa? Pada yang sanggup memberikan balasan, penghargaan. Dia lah Sang Pemilik sejati.
Lalu bagaimana kah cara mendaftarkan amal?
Resapilah dalam hati: Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Inilah namaNya, yang dimulakan dengan kasih dan sayang. Rasakanlah dalam jiwa ketentraman, sebab tiap kebaikan setelahnya kan diperhitungkan. Tiap helaan nafas, cucuran keringat, dan kesulitan dan diganjar berlipat-lipat. Dampaknya menembus usia, melampaui batas-batas dunia.
Sungguh merugi insan yang melalaikan ucapan sederhana ini. Sebab tiap kesungguhannya hanya kan berakhir di kala tuntas umurnya. Begitu pula lah harapannya. Ia terbatasi pada apa yang bisa dipikirkan saja. Padahal semakin besar harapan, semakin baik pula keteguhan. Jika gaji yang terbit tiap awal bulan saja sanggup membangunkan tiap pagi, bagaimana kah ganjaran yang tak sanggup terbayangkan? Pastilah ia kan hadirkan aliran energi yang tak terhenti.
Mulailah, wahai diri, dengan basmalah setiap hari. Luangkan waktu pada tiap awal pagi tuk menerima energi kasih dan sayang yang tak bertepi. Bayangkan bagaimana setiap detik adalah ladang persembahan untuk kembali.
Bukan, tiap kerja bukanlah sekedar kerja. Pada tiap kerja tersedia ladang perjuangan. Pada tiap rutinitas tersedia ruang persembahan. Untuk menjalankan tugasmu dengan cinta, kau perlu banyak cinta. Sebab cinta adalah pemberian, kau perlu banyak bahan tuk diberikan. Pada siapakah hendak memenuhi stok cinta jika bukan meminta pada Yang Memilikinya?
Bacalah basmalah, wahai diri, sebab tiap kejadian adalah karunia. Jika kau tak memandang dengan cinta, kesulitan kan menjelma bencana, padahal di baliknya kerap tersimpan kebaikan tak terkira.
Tengoklah mereka yang sedang dimabuk cinta. Orang tua pada anak, contohnya. Adakah keduanya berhitung kala mengasuh dan membesarkan sang anak? Tidak! Jiwa raga dengan senang hati dipersembahkan demi kebahagiaan sang buah hati.
Cermati pula para pekerja yang bukan berlatar penghasilan. Orang sebut ia relawan, karena merelakan tenaga, pikiran, dan waktunya untuk sesuatu yang tak kasat mata.
Bacalah basmalah, wahai diri, dan rasakan banjir cinta pada jiwa, hati, dan pikiranmu. Agar tenagamu besar, mengalir tak henti-henti. Telah banyak tugas menanti, mulai matamu membuka di tiap pagi. Tak layak diri ini bermalas-malasan habiskan hari.