“Jangan pernah minta naik gaji, tapi naikkan lah harga.”
Nasihat ini tercetus dalam benak saya saat membawakan sebuah pelatihan di salah satu sekolah. Di sekolah itu, yang begitu benderang fasilitasnya, plus berisi para guru bergaji tinggi (setidaknya, jauh lebih tinggi dibanding rata-rata gaji guru), kiranya perbincangan harian bukanlah soal murid, melainkan soal kompensasi dan benefit. Salah seorang pimpinan yang baru 2 tahun disana pun mengeluh, “Guru kok, ketemu di lorong sekolah, bukannya bicara perkembangan murid atau masalah mereka, tapi ngomongin bonus.”
Jadilah selama beberapa hari disana, saya pun tersenyum-senyum sendiri. Benarlah sebuah nasihat yang mengatakan bahwa kedamaian itu bukan ada dimana-mana, melainkan bersemayan dalam hatimu sendiri. Bagaimana tidak? Tempat tinggal yang nyaman di mana sekolah itu berada, kiranya tak sanggup meredam kegelisahan pada guru yang bekerja di sana. Lupa mereka akan kenikmatan melihat tumbuhnya para murid berkat apa yang mereka ajarkan, sebab melulu mengurusi kapan bonus akan turun.
Maka dalam sebuah kesempatan diskusi, saya pun berujar, “Jangan pernah minta naik gaji, tapi naikkan lah harga.”
Beberapa kening pun berkerut. Ya, nasihat ini bukan tanpa alasan. Beberapa waktu sebelumnya, diskusi dengan sang pimpinan berujung pada bahasan, “Mas, saya tuh seneng banget kalau ada guru saya yang bilang, ‘Pak, saya mundur. Karena saya sudah diajak untuk mengajar di tempat lain.’ Tapi kalimat ini belum pernah saya dengar. Maka saya curiga bahwa mereka yang sering mengeluh ini, sebenarnya juga nggak laku di tempat lain.”
Saya pun tersenyum mendengar penuturan itu. Sebuah pernyataan yang saya amini, sebab bisa jadi benar. Beberapa lama berada di dunia pengembangan SDM mengajarkan saya bahwa para karyawan berprestasi, jusru adalah orang-orang yang amat jarang mengeluh. Pertama, sebab mereka sibuk mengejar prestasi. Kedua, kalaupun tak puas, begitu banyak tempat lain menawari mereka dengan harga yang jauh lebih tinggi. Yang kedua ini mudah saja didapat, sebab prestasi mereka yang sudah tak diragukan lagi.
Inilah yang saya maksud dengan naikkan harga. Seorang penjual bisa menaikkan harga setidaknya tersebab 2 hal: langkanya produk atau meningkatnya kualitas. Kualitas sama, tapi langka, mahal harganya. Jumlah banyak, tapi kualitas meningkat, mahal pula harganya. Dan bagi para pemilik harga mahal ini, tak perlu lah ia sibuk menuntut kenaikan, sebab orang akan ‘membeli’ dengan sukarela sebab tingginya kualitas.
Bagaimana caranya?
Ya 2 itu. Pertama, jadilah orang yang langka. Kuasai bidang yang jarang dikuasai orang lain. Atau, kalaupun bidang kita banyak dikuasai orang, jadilah yang kedua, dengan cara perdalam lah sedalam-dalamnya. Lakukan segala hal yang memungkinkan kita semakin kompeten. Ambil lah segala peluang yang menjadikan jam terbang kita tak terhitung kayanya. Maka jangan heran, jika tiba saatnya kita ‘ditawar’ dengan harga yang tak pernah kita sangka-sangka.