“Ada makanan yang enak dimakan selagi panas. Ada yang justru nikmat saat sudah dingin. Tuhan menjadikanmu memiliki beragam indera, karena setiap hal memiliki cita rasanya sendiri untuk dinikmati.”
Banyak hal dalam kehidupan diciptakan berpasangan. Maka hidup, memang sesaat dan sesaat. Ada saat senang, hingga tak layak jika tak riang. Ada saat sedih, hingga tak pantas jika tak sendu. Bagaimana kita
kan sedih dalam sebuah pesta? Bagaimana kita kan senang dalam sebuah rangka berkabung?
Sesaat dan sesaat, mengajari kita bahwa segalanya kan dipergilirkan. Yang disebut kesuksesan, bukanlah kala kita terus berada di atas, hingga lupa rasanya di bawah. Bukan pula kita terus merenung di bawah, sebab tak pernah berada di atas. Maka benarlah nasihat para pejalan yang menyadari ini, “Kesenangan dan kesedihan, hanyalah pergiliran. Bukan salah satunya yang kita cari, tapi kejarlah bagaimana tiap saatnya dapat kau nikmati.”
Senang itu tak buruk, tapi jadi buruk jika melulu kau buru ia. Sedih itu tak buruk, tapi jadi buruk jika melulu kau berada di dalamnya. Berganti-gantilah, sebab setiap dari keduanya punya cita rasa.
Kematangan jiwa, ditandai oleh mampunya seseorang menikmati kesedihan, dan merenungi kesenangan.