Mengamputasi Keburukan

Agak terkejut aku malam ini, mendapati sebuah handuk di kamar mandi, telah mengalami sedikit perubahan bentuk. Handuk itu, yang beberapa waktu ini memang sedang kami pakai, kini tinggal separuh. Dipotong dengan rapih, lalu dijahit kembali.

“Handuknya dipotong ya?” tanyaku pada istriku.
“Iya,” jawabnya. “Habis kan sudah bolong. Makin dibiarin makin bolong. Padahal handuk itu kan bahannya bagus, harganya lumayan mahal. Sayang kalau dibuang. Biar nggak makin besar bolongnya, ya dipotong aja. Jadinya masih bisa dipakai deh.”

Aku tertegun dengan pemikiran itu. Sungguh brilian, sebagaimana biasanya. Memang sudah beberapa kali kami memiliki handuk yang bolong sebab jam terbang mereka yang tinggi. Handuk-handuk itu, karena dibiarkan, maka lubangnya makin melebar, dan berakhir menjadi keset di beberapa sudut rumah. Pangkat tertingginya—kalaupun ada—adalah menjadi kain lap. Namun ide istriku kali ini benar-benar inovatif.

Ya, layaknya handuk kami, jiwa ini terkadang berlubang, dan menyediakan ruang bagi keburukan. Hati yang memang tabiatnya senang terbolak-balik, acapkali tak kuasa pula menahan godaan. Berawal dari setitik kesalahan, ia melebar jika dibiarkan. Jadilah keburukan itu meluas, hingga menutupi sebagian besar jiwa. Dan tanpa disadari, ia pun menghitam, dan menjauh dari kebaikan.

Maka tiap diri memang mesti cermat kala mendapati berbagai keburukan. Jangan remehkan kecilnya, sebab lama-kelamaan ia kan menggoyahkan bangunan amal. Dan keruntuhan itu seringkali begitu halus, tak terasa. Ia hadir tak tiba-tiba. Baru kemudian sadarlah diri bahwa telah tersesat sedemikian jauh.

“Berhitunglah dengan dirimu, sebelum kau dihitung kelak,” demikian nasihat bijak. Mungkin maknanya, segeralah cermati setiap keburukan, dan hapuslah ia dengan kebaikan. Sebab setiap kesalahan akan diperhitungkan pada waktunya kelak. Potonglah jejak rekam kenistaan, jangan biarkan ia meluas. Lalu pada kebaikan yang masih tersisa, teruskanlah hingga jiwa hidup dan cenderung lagi  kepadanya.

Untunglah, jiwa ini tak seperti handuk. Pun jika ia dipotong, sisanya takkan pernah utuh lagi. Namun jiwa, kan dapat terus tumbuh, kala ia dihidupi dengan cahaya kebenaran.

Spread the love

2 thoughts on “Mengamputasi Keburukan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *