“Kebaikan tanpa iman laksana buih di lautan. Ia bertebaran namun tak hadirkan keselamatan.”
Beriman itu sederhana. Ia adalah pernyataan hati, dilanjutkan lisan, dijadikan perbuatan. Yang tak sederhana adalah diri yang kerap berpikir kesana kemari. Terjebak pada pandangan sempit yang ada di hadapan, lalai pada telah menunggunya keabadiaan.
Pandangan sempit inilah yang acapkali menyisipkan pemahaman bahwa kehidupan hanyalah kebaikan. Yang penting tak mencuri, tak berbuat jahat, maka selesai lah sudah. Lupa lah ia pada siapa yang sejatinya memampukan tuk berkebaikan. Dan sekian banyak nikmat yang telah Dia berikan, adalah hal yang tak habis-habis tuk dihitungi, maka tak layak lah diri yang tak mensyukuri.
Sungguh sederhana, wahai diri, sungguh sederhana. Cukup iringi kebaikanmu dengan keimanan. Sebab tanpanya, kau seakan mengatakan bahwa kebaikan adalah sebab usahamu sendiri. Duhai, jikalau napas yang kau gunakan itu dihitung, takkan sanggup hidup walaupun sedetik.
Iman, ibarat pendaftaran pada sebuah perlombaan. Sehebat apapun seorang pelari, tak bisa ia menjadi juara jika tak pernah mendaftar lomba. Pendaftaran lah, yang jadikan setiap kehebatan layak tuk diperhitungkan. Demikianlah iman, ia lah penyebab setiap kebaikan menjadi terperhitungkan. Tanpanya, kebaikan hanyalah seperti buih di lautan, yang banyak namun jauh dari hadirkan keselamatan.
Sederhana, sungguh sederhana. Jauh dalam hati setiap insan telah memahaminya. Pandangan pendek lah yang jadikan keindahan iman terselubungi. Maka bukalah hati, wahai diri, agar cahaya kebenaran leluasa menerpanya.