“Tidakkah kau lelah, wahai diri, bergelimang dalam dosa, yang nikmatnya selalu hanya sesaat?”
Ya, dosa itu melelahkan. Sebab ia bukanlah fitrah dasar manusia, maka berbuatnya selalu menghadirkan kegelisahan. Nikmat? Mungkin. Namun tak pernah lama, melainkan hanya selalu sesaat saja. Kenikmatan dalam dosa, acapkali hanyalah bisikan yang menipu.
Jauh dalam lubuk hati setiap insan, tersimpan kerinduan pada kebaikan. Sebab sejak diciptakan memang janji telah terpatri, bahwa hanya pada Dia lah kita kan mengabdi. Hanya Dia lah satu-satunya tempat berserah diri. Ini bukan keterpaksaan. Ini adalah ketundukan. Tunduk dalam kerinduan.
Maka jelaslah berbuat dosa, sesuatu yang dibenciNya, selalu menggelisahkan. Sebab mendurhakaiNya, berarti menjauhkan diri dariNya. Melepaskan diri dari pertolonganNya. Membiarkan diri terombang-ambing dalam dunia ciptaanNya, namun tanpa petunjukNya. Duhai, adakah yang lebih menghadirkan derita dari kondisi semacam ini?
Jelaslah, berbuat dosa itu melelahkan. Bersungguh diri menutupi aib, yang sejatinya kita tahu takkan pernah bisa tertutupi dariNya. Sejuta manusia bisa tak mengetahui, namun bagaimana kah kita hendak bersembunyi sedang raga dan jiwa ini semata pinjaman dariNya?
Bersujudlah, wahai diri, bersujudlah. Sungkurkan tubuh dan jiwamu dalam taubat. Sadarilah bahwa kau telah tertipu oleh nafsu. Basuhlah jiwamu dengan air mata penyesalan. Langkahkan kakimu di jalan kebenaran. Sucikanlah hatimu dari segala kemunafikan.
Bersujudlah, wahai diri, bersujudlah. Tak ada penghormatan yang lebih layak bagi pendosa daripada ini.