Kendalikan Lidahmu

“Sungguh pendeknya lidah tak sebanding dengan dampaknya. Jika buruk, panjang keburukannya. Jika baik panjang kebaikannya.”

“Mengapa lidah,” tanya seorang guru, “yang hanya sebuah, memiliki dua penutup? Sedang telinga, yang jumlahnya dua, malah tak berpenutup.”

Sebuah tanya yang membuatku berkerut. Merenung. Lama sekali. Hingga nasihatnya pun berlanjut, “Ia lah berarti, bahwa kita harus mendengar, dua kali lebih banyak, daripada bicara.”

Ya, dianugrahi kita dengan dua telinga, sebab ia lah sejatinya sumber informasi penting. Namun berhati-hatilah tuk tak hanya mendengar sepihak. Sebab telah Dia sediakan telinga di kanan dan kiri, agar diri ini mendengar dari setidaknya dua sisi.

Sedang lidah, sungguh ia hanya sebuah, namun ditutupi dengan dua hal. Sebab lenturnya, lidah leluasa berkata, bahkan ketika tak banyak yang kita pahami. Lentur dan pendek, menjadikannya lincah berucap, lalu terkadang melalaikan kebenaran, dan canggih menyusun pembenaran.

“Orang bodoh,” ujar para alim, “meletakkan lidah di depan hatinya. Sedang orang pandai, meletakkan hati di depan lidahnya.”

Meletakkan lidah di depan hati, seseorang berucap tanpa berpikir dan merasa akan akibatnya. Keluar lah kata tanpa kendali, hingga ia berlabuh dan menyakiti hati orang lain dengan leluasa.

Sisi lain, meletakkan hati di depan lidah, menjadikan organ lentur ini terkekang, hanya bergerak atas dasar pertimbangan kebenaran, dan keberkahan. Tak heranlah kita, para alim sungguh sedikit bicara. Dan sebab setiap kata adalah hasil olah pikir dan rasa, maka seketika ia keluar, menghujamlah ke relung terdalam jiwa. Sedang para banyak bicara, tertepis begitu saja, meski telah berpanjang kata.

Maka jadikanlah lidahmu dalam kendali, wahai diri, agar panjang kebaikannya. Buatlah ia lentur bertutur kebaikan, dan kaku berucap keburukan.

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *