“Sedih, adalah cara Tuhan mengajarkan kelembutan hati. Nikmatilah, dan kesejukan akan hadir bersamaan dengan cara baru menatap kehidupan.”
Setiap rasa adalah guru. Oleh sebuah rasa, pikir terarahkan dan langkah tergerakkan. Maka para insan jernih seringkali mencermati rasa yang dimiliki setiap kali ada lelaku yang tak layak, atau yang layak namun tak kunjung diwujudkan.
Maka tak ada rasa yang salah, apalagi buruk. Setiap rasa, jika ia ada dalam diri ini, pastilah ia memiliki manfaat. Sebab bukankah tiada sebuah ciptaan pun yang lahir dengan sendirinya hingga tersia-sia?
Demikianlah pula halnya pada kesedihan. Insan yang sedih, sejatinya sedang merasakan hati yang melentur. Ah, tentu lah. Mungkinkah seseorang bersedih dengan hati yang keras?
Maka kesedihanmu, wahai diri, adalah jalan pelembutan bagi hatimu. Nikmatilah, agar ia kelak mudah menyerap makna-makna. Sebab adalah tabiat makna hadir perlahan-lahan, seperti air yang menyusup lewat pori-pori. Sedemikian halusnya, sampai pada satu ketika barulah kau sadari, bahwa kehidupan menjelma rupa yang berbeda. Bukan sebab ia berubah, melainkan hatimu lah yang menjernih dan melentur.
Tentu, segala yang berlebih tanpa kendali akan kehilangan manfaatnya. Begitu pun dengan kesedihan serupa ini. Pada dosis yang tepat, ia obat. Selebihnya, ia mudharat. Maka cukuplah kau jadikan kesedihan sebagai nikmat, namun jangan sampai larut di dalamnya. Segala rasa sejatinya bukan menggenggammu, melainkan berada dalam genggamanmu.