“Pikiran dan perasaan adalah alat anugrah Tuhan untuk menikmati kenyataan.”
Kenyataan hanyalah kejadian. Ia tak menjadi apa-apa jika tak diolah menjadi pemahaman dan perasaan. Sebab manusia adalah makhluk makna, yang bergerak sebab pikiran dan perasaannya.
Maka tiap kejadian, atau kenyataan, hanyalah netral belaka. Fungsi pikir dan rasa lah yang kemudian menjadikannya sesuatu yang menyenangkan atau menyusahkan, menyedihkan atau membahagiakan, membangkitkan atau meluruhkan semangat. Sebab pikir dan rasa, manusia berjaya. Sebab keduanya pula, manusia terbelenggu tak berdaya.
Demikianlah pikir dan rasa, ia mesti berada dalam kendalimu. Jika tidak, maka sebaliknya lah yang segera terjadi: kau dikendalikan olehnya. Karena hukum alam mengajarkan bahwa segala yang tak kita kendalikan, mengendalikan kita.
Maka bahagia dan sedihmu, wahai diri, memang bukan terletak pada apa yang menimpamu, atau apa yang kau miliki. Ia bergantung pada pikir dan rasa yang kau tetapkan kala ia terjadi. Karenanya pilihan pikir dan rasa memang tak hanya satu. Ia banyak, sebanyak yang kau bisa bayangkan. Jika kau terpaku pada yang satu, itu pilihanmu. Jika kau terbuka pada yang banyak, itu pun pilihanmu.
Pikir dan rasa, adalah alat semata, anugerah Tuhan agar kau bisa menari dalam kenyataan. Menikmati setiap kejadian dengan beragam warna. Satu kali dengan sejenis pikir, kali lain dengan jenis yang lain. Dan kuberi tahu kau sebuah rahasia. Pada mereka yang hidup bergelimang kemewahan batin, rupanya memang memiliki banyak koleksi pilihan pikir dan rasa. Hingga ia mudah bangkit kala terpuruk. Pun mudah menunduk kala sedang tinggi.