1 Maret 2013 lalu adalah momen penantian panjang saya untuk bisa belajar langsung dari salah satu pendiri Neuro Semantics, L. Michael Hall. Mengikuti tulisan beliau sejak 2008, pertemuan seminggu lebih itu seperti memuaskan dahaga saya akan berbagai pertanyaan yang menggelayut selama ini. Ya, Hall merupakan salah satu sosok yang bagi saya amat unik di jagat NLP. Meski bukan merupakan tokoh awal, kiprahnya dalam melakukan modeling bisa dikatakan menyaingi para pendiri. Neuro Semantics pun kemudian menjadi sebuah disiplin ilmu yang menyempurnakan NLP, alih-alih hanya sekedar merek yang berbeda. Puluhan buku telah ia tulis mengupas hampir seluruh aspek NLP, membedahnya satu demi satu hingga ke berbagai teori yang mendasarinya. Berbeda dengan penulis lain yang kebanyakan hanya berfokus pada teknik, Hall menelisik dalam hingga sejarah dan latar belakang setiap model. Tak heran jika kebanyakan bukunya cukup njelimet. Namun tetap saya baca jua, sebab isinya komplit dan komprehensif.
Seminggu lebih saya mengikuti Coaching Mastery, kelas 8 hari sertifikasi Meta Coaching ini benar-benar menggenjot kami untuk menguasai dan mencapai standar kompetensi yang diinginkan. Menjadi Meta Coach bukanlah hasil yang pasti didapat oleh setiap peserta di akhir pelatihan. Jika belum mencapai angka standar minimal benchmarking yang disyaratkan, maka predikat Meta Coach masih harus ditunggu. Sebuah penantian yang, “It’s just a matter of time,” ujar Hall di hari pertama. Siapa yang belum mencapai hasil minimum di hari terakhir, bisa melanjutkan latihan bersama Meta Coach Federation Chapter di Jakarta. Dan, saya termasuk di antara para peserta yang harus mengikuti lanjutan latihan itu. Hanya 4 orang yang langsung lulus, 3 di antaranya adalah orang asing, hanya 1 orang Indonesia asli. Hehe…
Belajar dari Hall membukakan mata saya akan banyak hal yang masih bisa digarap di NLP. “NLP belum mandek,” ujar saya dalam hati kala ia menjelaskan tentang pengembangan lebih lanjut Self Actualization. SA adalah gagasan yang diusung oleh Abraham Maslow, Carl Rogers, dkk sebagai mazhab ketiga dalma psikologi. Sayangnya, gerakan yang bernama Human Potential Movement itu mandek dan tak berkembang. Meskipun, berbagai pengembangan tetap berjalan secara sporadic, sendiri-sendiri. Salah satunya, menurut Hall, adalah NLP.
Ya, NLP yang saya tahu adalah sebuah ilmu yang tiba-tiba muncul. Sejarah yang umum saya dengar adalah ia lahir dari dua orang bernama Richard Bandler dan John Grinder yang membentuk kelompok studi untuk memodel keunggulan. Adapun 3 orang yang dimodel kala itu adalah para psikoterapis kenamaan: Fritz Perls, Virginia Satir, dan Milton Erickson. Namun tak banyak yang tahu—termasuk Hall dulu—kalau Perls, Satir, dan Gregory Bateson adalah termasuk para pelopor Human Potential Movement yang bermarkas di Esalen. Esalen, yang didesain sebagai kawah candra di muka gerakan ini, terletak tak jauh dari Santa Cruz, California, tempat kelompok studi para penggagas NLP berada.
Maka Hall pun berkesimpulan, sebagaimana ia uraikan dalam bukunya yang bertajuk “Self Actualization Psychology”, bahwa bisa jadi NLP adalah bagian dari HPM. Sebab Maslow sejatinya adalah seorang modeler, yang kala itu memelopori riset untuk meneliti orang-orang sehat. Ah, bukankah kalimat ini sangat familiar bagi para NLPers? Hirarki kebutuhan ala Maslow adalah hasil dari proses modeling yang ia lakukan kala itu. Hanya saja, teori ini belum sempat teraktualisasikan ke dalam sebuah model dan teknik sehingga kita tahu persis bagaimana menjadi seseorang yang mengaktualisasikan dirinya.
Tapi jangan kecewa. Sebab model itu ada dalam NLP. Ya, cara yang dibutuhkan untuk menjalankan teori Maslow dkk itu ada dalam NLP. Ia hanya terserak dalam ratusan teknik, hingga para praktisi seringkali hanya menganggapnya sebagai teknik terapi. Namun teknik-teknik NLP, sejatinya adalah alat bantu untuk mengaktualisasikan diri. Dan Hall memelopori proses ini dalam bukunya “Unleashed”. Lebih jauh lagi, Hall dan Michelle Duval—seorang coach—menggagas Meta Coaching, sebagai proses yang dianggap ampuh untuk memfasilitasi aktualisasi diri seseorang.
Ya, coaching, adalah sebuah proses yang sama sekali berbeda dengan terapi. Coaching, adalah proses memfasilitasi perubahan dan pelepasan potensi diri. Dan kala ditengok lebih dalam, segala model dan teknik dalam NLP, sejatinya jauh lebih dekat pada coaching daripada terapi. Hall mengungkapkan sebuah kisah menarik kala beberapa waktu lalu ia diminta mengisi sebuah konferensi yang diadakan oleh ICF. Dari 24 orang pembicara yang hadir, 3 di antaranya adalah Meta Coach. Namun kala makan malam, terkuaklah bahwa 21 orang yang bukan Meta Coach, pun pernah mengeyam pelatihan-pelatihan NLP. Ah, mungkin tanpa sadar, para coach menyadari bahwa mereka memerlukan NLP untuk memperkaya praktiknya.
Dengan berseloroh Hall pun berkata dalam kelas, “Jika saya dulu NLP memulai dari coaching—dan bukan terapi—we can own this field.” Ya, coaching mungkin akan jadi ranahnya NLP.
Pernyataan Hall mungkin berlebihan. Tapi saya setuju bahwa coaching adalah bidang yang masih luas untuk digarap. Kebanyakan penyedia seritifikasi coaching berbasis NLP masih bersifat menggunakan teknik dalam konteks coaching. Namun melakukan modeling untuk menghasilkan model dan teknik yang khas dan cocok dengan coaching, rasanya masih banyak yang belum melakukan. Maka Hall dan Duval pantas berbangga, mereka telah menghasilkan beberapa model non terapeutik untuk aplikasi coaching, seperti Axes of Change. Meta Coaching sendiri merupakan hasil modeling terhadap 35 orang expert coaches kelas dunia, seperti Graham Richardson. Di kelas, kami diputarkan video Graham melakukan proses coaching hanya dalam waktu 18 menit! Videonya ada di YouTube, silakan ditonton.
Ah, saya jadi semangat lagi nih. Terus terang, setahun belakangan ini gairah ber NLP saya rada menurun. Karena dalam pandangan sempit saya, NLP mandek. Banyak orang bicara modeling, tapi kala Indonesia NLP Society meminta para pembicara untuk menyuguhkan hasil modeling yang telah dilakukan, banyak yang kebingungan. Hehe.. Bahkan saya mengamati bahwa NLP cenderung dikait-kaitkan dengan hal-hal yang non ilmiah. Padahal, mencermati apa yang dilakukan Hall, NLP sebenarnya sangat ilmiah.
Maka saya sudah memutuskan untuk memulainya. Saya lagi pesan beberapa buku yang mengupas modeling karya Hall. Saya akan mempelajari caranya, dan memulai prosesnya. Sudah ada bidang yang saya ingin telaah.
Masa depan NLP masih panjang. Sebagai sebuah ilmu, bukan hanya bisnis. Ini insight utama yang saya dapat dari pertemuan dengan Hall. Thanks, Michael!
Mencerahkan dan memotivasi…
sukses bang…ditunggu tulisan dan karyanya 🙂
mantap …