“Para pencinta tentu tak ingin berpisah. Tidak di dunia, tidak pula di akhirat. Maka pastikan cintamu tak hanya teguh, melainkan pula menjulang tinggi ke langit.”
Termenung, kala mendapati surat cinta Allah dalam surat Al Baqarah ayat 221:
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kau nikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun ia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”
Pernikahan, sebagaimana diuraikan oleh Syaikh Sayyid Quthb dalam tafsir fenomenal karya beliau Fi Zhilalil Qur’an, adalah hubungan tertinggi antara dua insan lelaki dan perempuan. Pada hubungan inilah terbuka segala hal antara keduanya, termasuk hal-hal yang bahkan pada orang tua atau saudara kandung seringkali terhalangi. Maka hubungan ini jelas adalah hubungan yang istimewa. Hubungan yang sejatinya dibangun di atas landasan cinta yang luhur dan kokoh.
Lebih dari itu, beliau pun mengurai, “Supaya hati bisa bersatu maka harus satu pula apa yang menjadi kepercayaannya dan tujuan menghadapnya.”
Ya, pernikahan adalah penyatuan dua insan yang berbeda. Tak ada 2 insan yang sama, maka agar keduanya hidup dalam kebahagiaan, perlu ada sesuatu yang menyatukan. Bukan untuk menyamakan, melainkan agar apa yang dilakukan masing-masing sejalan.
Tapi dua insan sejatinya memiliki terlalu banyak perbedaan. Maka mustahil menyatukan keduanya dalam ikatan yang berurusan dengan kehidupan dunia semata. Satu-satunya ikatan luhur yang memungkinkan untuk menyelaraskan dua makhluk yang berbeda adalah ikatan keyakinan. Tujuan akhir yang ke sana lah semua insan kan menuju: kembali pada Allah.
Di sinilah, surat cinta Allah sebagaimana terkutip di atas menjadi surat yang demikian indah. Ia melepaskan manusia dari belenggu persepsi. Dari keinginan mencari pasangan hidup hanya berlandaskan ketertarikan apa yang tampak semata. Sebab apa yang tampak, jelas tak abadi. Apa yang tampak, akan meluruh jua. Maka ukuran mencari pasangan hidup bukanlah kemenarikan hati, melainkan kokohnya keimanan. Dalam iman, hadirlah kecantikan hakiki. Di luar itu, ia semu belaka.
Dalam ikatan iman, dalam tujuan akhirat, cinta sejati kan tertumbuhkan. Ia kokoh, menancap jauh ke dalam, dan menjulang tinggi ke langit. Inilah cinta para pecinta sejati. Para pecinta yang tak ingin cintanya putus di dunia semata. Ia ingin memastikan agar cintanya terus terjaga hingga akhirat. Sebab ia menyadari bahwa cintanya sendiri mungkin bisa habis atau mengering. Maka ia senantiasa mengambilnya dari langit, tuk diberikannya di bumi.
Inilah cinta yang menjadikan diri menembus batas-batas fisik. Budak bisa dipandang mulia sebab keimanannya, sedang bangsawan bisa dipandang hina sebab kemusyrikannya. Inilah cinta yang tak tertipu oleh mata, ia bersambung dari hati ke hati, lalu naik tinggi.
Berjuanglah untuk cinta ini, wahai diri. Bertaubatlah dari cinta semu. Sungguh Dia telah janjikan ampunan bagi kesemuan itu. Dia pun telah janjikan surga bagi kesejatian yang kau usahakan. Moga cintamu abadi.