Menikmati Masa Lalu

“Tak satu pun masa lalu, sepahit apapun terasa, melainkan pasti memainkan peran pada bangunan hidup yang kini ditinggali.”

Mengamati apa yang telah dicapai kini, lalu menengok ke belakang, kiranya tak satu pun yang hadir sia-sia. Ya, setiap hal yang terjadi berada dalam pengaturan nan sempurna. Sebuah kesempurnaan yang melampaui batas-batas akal, hingga habis pikir rasanya tuk mencerna.

Pada yang manis, tentu ia mengindahkan nostalgia. Bahwa ada jejak-jejak keberhasilan yang telah diraih. Namun pada yang pahit sekalipun, tak kalah ia menjelma manis pula, sebab usia telah mengubah maknanya. Seorang guru pernah berujar, “Pengalaman itu, kala dialami, acapkali dianggap tragedi. Namun kala telah dilewati tetiba dianggap komedi.”

Ah, betapa banyak pengalaman serupa ini? Sesuatu yang menyakitkan dulu, menggelikan kini? Pun jika ia masih terasa sakit pula, sadarkah bahwa ia telah demikian hebat mengokohkan bangunan rasa kita?

Ya, pikir dan rasa layaknya otot, ia mengokoh sebab naik dan turun kehidupan. Tak melulu yang menyenangkan itu ada dalam kebaikan. Juga tak melulu yang menyusahkan itu ada dalam keburukan. Dalam kesenangan dan kesusahan ada kebaikan. Dan silih bergantinya pikir dan rasa adalah jalan menuju peneguhan diri yang sempurna.

“Kita berhutang budi pada orang-orang yang telah menyakiti kita,” ujar sebuah nasihat bijak. “Sebab ia telah rela menjadi martir bagi kesuksesan kita.”

Ah, kiranya perlu perenungan mendalam untuk memetik hikmah serupa ini. Karena ia memerlukan kebesaran hati, keterbukaan pikir, dan keluasan jiwa tuk sampai pada titik bahwa banyak kejadian hanyalah kejadian semata, yang netral belaka. Makna-makna yang kita cuplik dan lekatkan padanya lah yang menjadikannya menggerakkan.

Tak lain manfaat dari masa lalu adalah hikmah. Dan tak lain manfaat hikmah adalah tuk menjadi penunjuk arah.

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *