Belajar Komunikasi dari Kebiasaan Bertamu

Untuk sejenak, mari renungi kebiasaan kita dalam bertamu ke rumah orang lain. Kala bertamu, kita awali dengan meminta izin. Dan bagaimana izin diberikan? Umumnya sebab kita memiliki keperluan. Dan jika sang tuan rumah bisa memenuhi keperluan itu, diizinkanlah kita untuk masuk.

Namun tak selalu demikian. Sebab banyak para penjual yang tak diberi izin masuk, bahkan hanya dilayani di depan pagar. Apa pasal? Ya sebab sang tuan rumah tak mengenalnya, dan tak memiliki keperluan atas kehadirannya. Di zaman yang kejahatan bisa terjadi tanpa diduga ini, tuan rumah makin  berhati-hati tuk memasukkan orang tak dikenal ke dalam rumahnya.

Lain ceritanya jika sang tuan rumah memiliki keperluan. Semisal ia lapar, lalu mendengar seorang penjual nasi goreng lewat. Maka meski asing, diizinkanlah sang penjual tuk memasuki rumahnya, minimal sebatas teras tuk mengantarkan pesanan.

Jika kita mengenal tuan rumah dengan baik, lalu bertamu karena ingin membicarakan keperluan yang penting bagi kita. Maka ada kesempatan paling tidak untuk masuk hingga ruang tamu.

Bagaimana agar kita bisa masuk lebih dalam lagi?

Ada beberapa kemungkinan. Pertama, kita hadir atas undangan tuan rumah. Ia mengadakan acara, dan kita salah satu tamu yang dianggap penting untuk hadir. Kedua, kita hadir untuk membantu tuan rumah memenuhi kebutuhannya. Bukan saja menjadi tamu, kita bahkan ingin membantunya untuk menyajikan hidangan, merapikan rumah, melayani tamu lain, dsb. Ketiga, kita adalah orang yang memiliki hubungan saudara, atau setidaknya dianggap saudara. Bukan saja kita diizinkan masuk hingga wilayah privat, bahkan kita bisa diajak untuk menginap.

Lalu apa makna semua ini bagi komunikasi?

Ya. Jika niat kita berkomunikasi, mempersuasi, bernegosiasi, hanyalah untuk memenuhi kebutuhan kita, tanpa ada keinginan untuk memahami kebutuhan orang lain, paling bagus kita hanya akan dilayani di wilayah ‘teras’. Bahkan seringkali hanya di depan ‘pagar’. Namun jika niat kita ingin memenuhi kebutuhan orang lain, bahkan membantunya memenuhi kebutuhan itu, plus sudah membangun hubungan emosional yang kokoh, sungguh ceritanya akan amat sangat lain. Kita akan dipersilakan untuk memasuki area privat dalam berkomunikasi.

Apa pasal?

Karena kita peduli padanya. Kita memahami kondisinya. Pun jika kita pun sejatinya memiliki kebutuhan tuk dipenuhi, kita kan berada dalam keselarasan yang harmonis. Memenuhi kebutuhannya, dan pada saat yang sama memenuhi kebutuhan kita.

Hidup bukanlah tentang kita semata. Hidup adalah tentang kita, yang bermakna bagi orang lain.

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *