Guru Hanyalah Jalan Ilmu

“Bagaimana cara menemukan seorang guru?” tanyaku pada seorang sahabat. Sebuah tanya di tengah kegundahan yang sulit dikendalikan. Naik turunnya iman, menukik tinggi, lalu menghujam dalam. Menjadikan tiap detik seolah perjuangan tanpa henti. Mendirikan satu demi satu batu bata bangunan iman, hanya untuk melihatnya runtuh kembali.

“Benarkah kau memang sedang memerlukan seorang guru?” tanyanya kembali.

Aku terdiam. Merenungi kembali nasihatnya dulu. Bahwa guru datang, kala sang murid siap. Sebab guru sejati, diamnya pun mengajari. Murid yang siap, kan belajar meski gurunya tak tampak sedang mengajar.

“Maksudnya?” kuberanikan diri bertanya, meski sedikit sudah memperkirakan jawabannya.

“Kadang kita merindu guru, padahal belum siap bertemu,” ujarnya. “Yang terjadi hanyalah kelelahan, yang mendorong teriakan meminta pertolongan.”

Yang terjadi hanyalah kekelahan, yang mendorong teriakan meminta pertolongan.

Ah, aku baru mulai memahami maksudnya. Ya. Adakah keinginan menemukan guru, benar-benar sebab ingin belajar meniti jalan itu? Atau jangan-jangan ia cuma keluhan sementara, pelarian sebab frustasi berkepanjangan? Sudah siapkah berguru? Atau hanya mencari penolong?

“Guru,” tutur sebuah nasihat, “hanyalah caraNya mengajarimu.”

Ya, bukan guru yang mengajari diri ini, melainkan Dia sang pemilik ilmu. Dipilihnya insan mulia sebagai perantara, bukan sebagai pengganti sandaran kepadaNya. Gelisahnya diri karena belum bertemu guru adalah tipuan. Sebab guru pun tak punya kuasa menentramkan hati. Dia lah, yang mendamaikan jiwa. Maka bersandarlah hanya kepadaNya.

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *