Inilah yang Seharusnya Banyak Kita Lakukan Selama Ramadhan

Beberapa waktu lalu, saya menyimak ceramah Ustadz Nouman Ali Khan, sebagai pengantar memasuki bulan Ramadhan. Dari situ, saya pun tergerak untuk membaca kembali rangkaian ayat-ayat tentang puasa yang terdapat di surat Al Baqarah. Ayat-ayat yang tentu sudah teramat sering kita dengar. Namun kali ini, saya baru memahami hal yang berbeda.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelummu agar kamu bertakwa.” (Al Baqarah: 183).

Inilah perintah yang mungkin mengejutkan hati sebagian orang di masa itu. Perintah untuk menahan lapar, haus, dan nafsu. Mengejutkan, sebab memang ada beragam praktik puasa yang teramat memberatkan sebelum praktik yang kita lakukan sekarang. Maka ditenangkanlah hati ini dengan beberapa pilihan kata yang menyejukkan. Sapaan ‘orang beriman’, misalnya, sungguh menentramkan. Juga bahwa puasa ini bukan merupakan ibadah baru, melainkan telah dikerjakan oleh umat sejak ribuan tahun, dan mereka semua survive. Lalu ditutuplah dengan tujuan akhir dari puasa, yakni menjadi insan takwa, sedang takwa itu sendiri adalah pembeda diri di hadapan Allah (Al Hujurat: 13).

Jadilah perintah puasa ini ringan, sebab balasan yang jauh lebih besar daripada ‘pengorbanan’-nya.

Nah, tentang takwa ini, saya sering bertanya-tanya. Kala menjalani shalat Jum’at, sudah menjadi rukun khutbah jika para khatib menyampaikan nasihat takwa, membacakan ayat terkait tentangnya. Bertakwalah, dengan sebenar-benarnya takwa (Ali Imran: 102). Hanya saja, setelah itu, sudah. Tidak ada keterangan detil, bagaimana kita bisa mencapai ketakwaan itu. Yang kita tahu definisi takwa yang sering didengar adalah “menjalankan segala perintah, menjauhi segala larangan”. Dalam definisi lain, takwa adalah serupa berjalan di pinggir tebing, hati-hati sekali dalam menjalani hidup. Jangan sampai terjerumus pada yang dilarang, jangan juga sampai lupa menjalankan yang diperintah.

Lalu, bagaimana tepatnya berpuasa bisa mengantarkan diri pada ketakwaan?

Nah, ini perlu merenung. Rasulullah saw pernah bersabda, “Letak takwa itu di sini (sambil menunjuk ke dada beliau tiga kali) (HR Muslim No. 2564)”.

Hmm.. takwa itu adanya di dalam hati?

Ya, benar. Sebab hati lah, bagian dari diri manusia yang aktif maju ke depan menjadi pengendali saat puasa. Di kala siang terik, kerongkongan terasa kering, tubuh menggeliat meminta minum, pikiran merespon dengan godaan, siapa yang menahan? Hati nurani yang tahu diri ini sedang menjalankan perintah Allah. Kala hari menjelang sore, perut sulit berkompromi, siapa yang menjaga diri? Hati. Kala lisan ingin turut berkomentar mendengar gosip antar sesama, siapa yang menahan? Hati.

Jadilah hati, yang 11 bulan lamanya kerap kalah oleh nafsu, di bulan puasa mendapatkan lahannya. Terbukalah ia, sebab ditahannya berbagai hal yang memuaskan nafsu belaka. Jernih lah ia sebab disingkirkannya keinginan yang berlebihan.

Maka menarik, kala kita dapati ayat 185. Satu-satunya ayat dalam Al Qur’an yang menyebutkan tentang bulan Ramadhan. Kita kira akan dilanjutkan tentang puasa. Namun sungguh mengejutkan, justru yang dibahas adalah tentang Al Qur’an.

“Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, serta sebagai pembeda antara yang benar dan yang batil.”

Ayat ini, berikut bahasan tentang Al Qur’an ini, terletak di tengah-tengah 5 ayat yang membahas tentang puasa (sebagian ayat 185 masih membahas puasa, begitu pula ayat 186 hingga 187). Seolah-olah hendak mengatakan bahwa aktivitas utama yang amat perlu kita kerjakan di bulan Ramadhan, pun ketika kita telah berbuka puasa, adalah mempelajari Al Qur’an.

Ya, mempelajari. Tidak hanya membaca. Sebab tertera jelas dalam ayat ini bahwa tujuan diturunkannya Al Qur’an adalah untuk menjadi petunjuk dan pembeda.

Mari kita berhenti sejenak di sini. Lalu merenungi kembali bagian awal dari surat kedua ini. Ayat kedua surah Al Baqarah, kiranya juga menyebutkan bahwa kita ini adalah kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya, dan karenanya adalah petunjuk bagi orang yang bertakwa.

Ah, sedang tujuan berpuasa pun adalah bertakwa. Dan takwa itu berarti menjalankan perintah dan menjauhi larangan. Secara tak langsung, menjadi insan takwa haruslah tahu apa yang diperintah dan apa yang dilarang. Bagaimana hendak menjalankan dan menghindari, jika tak tahu apa yang diperintah dan dihindari? Maka takwa menghendaki ilmu. Mustahil bisa menjadi takwa tanpa ilmu.

Sementara hati terbuka akibat berpuasa, jernih ia hingga siap menerima cahaya ilmu, ini lah saat tepat untuk mempelajari Al Qur’an, petunjuk dan pembeda, menuju insan takwa.

Ya, saat paling tepat untuk benar-benar merenungi Al Qur’an, adalah saat ia diturunkan. Sebab saat ia diturunkan adalah saat yang istimewa. Waktu yang terpilih. Diikat olehNya setan pengganggu. Dilarangnya kita menjalankan hal-hal yang halal agar makin mudah kita mengenali yang haram, sedang yang haram itu lah penghambat ilmu selama ini.

Maka mempelajari Al Qur’an inilah, wahai diri, tak hanya sekedar membacanya, yang harus banyak kita lakukan selama Ramadhan. Bacalah dengan perlahan. Bacalah terjemahnya. Pelajari tafsirnya. Renungkan bagaimana aplikasinya. Ajukan pertanyaan-pertanyaan atas permasalahan kita, lalu cari jawabannya di sana. Ia diturunkan sebagai petunjuk, maka berinteraksilah dengannya sebagaimana tujuan ia diturunkan. Kitab ini, adalah kitab yang telah berhasil mengubah peradaban. Kitab yang kala diamalkan oleh sebuah jazirah kecil yang terbelakang maka berubahlah mereka menjadi pemimpin dunia. Kitab yang kala ditinggalkan dan dijadikan hiasan menjadikan umat ini kembali terpuruk.

Perbaiki hidupmu, wahai diri, dengan Al Qur’an. Inilah bulan terbaik untuk menjalankannya. Maka manfaatkanlah.

 

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *