“Berilmu tanpa beriman itu, serupa menggunakan mobil pinjaman namun menafikan yang meminjamkan.”
Berkali-kali dalam kitabNya, kita diperintahkan untuk memperhatikan, berpikir, merenung. Tak sempurna keimanan seseorang yang tak menggunakan akalnya. Sebab akal, dan kegiatan berpikir, sejatinya adalah jalan untuk memahami ciptaanNya. Dan dari pemahaman itu kan lahir keimanan yang jauh lebih kokoh. Maka salah satu bukti iman adalah menggunakan akal sebagai karuniaNya untuk berpikir dan memperkokoh iman dengannya.
Memang, tak semua orang yang berpikir kan beriman. Bahkan, ada yang menggunakan akalnya tanpa iman, lalu berakhir mendurhakaiNya. Paling mengerikan adalah mereka yang mengagungkan akal dan justru menyangkal keberadaanNya. Padahal darimana datangnya akal yang mereka gunakan tuk durhaka itu? Adakah mereka menciptakannya sendiri, atau Dia lah yang menganugerahkan?
Kita dapati dalam lintasan sejarah, insan-insan mulia yang menggunakan akalnya dengan bekal iman. Jadilah iman mereka kokoh, teguh bagai gunung, sedang akalnya demikian cemerlang. Tak heran, sebab akal memang berfungsi optimal dalam bingkai iman. Serupa aplikasi canggih yang bekerja maksimal di komputer yang kompatibel dengannya. Maka sejarah mencatat mereka menguasai sekian banyak ilmu. Mereka bukanlah spesialis, melainkan genealis yang ilmunya demikian luas dan dalam. Begitu banyak bidang-bidang yang kini kita terima begitu saja, mereka lah pendirinya. Sungguh aku tak sanggup membayangkan kecerdasan mereka. Sebab orang-orang paling cerdas yang kutemui di masa ini pun belum ada yang mampu menemukan apa yang mereka temukan. Akal mereka diberkahi, diberi cahaya yang demikian terang tak terperi, sebab bahan bakarnya adalah iman.
Bukti iman adalah digunakannya akal. Sebab insan beriman kan teguh menjalankan amanhnya sebagai khalifah di muka bumi. Dan anugerah akal mesti dipergunakan tuk menuntaskan amanah ini. Lalu dari penggunaan akal ini, Dia kan tunjukkan jalan tuk mengenalNya. Dan dari pengenalan terhadapNya, kan makin kokoh lah keimanan.
Maka penggunaan akal yang benar adalah yang mengokohkan iman. Ilmu yang benar adalah ia yang menjernihkan hati. Jika akal digunakan, dan makin jauh diri dariNya, hendaklah kita waspada. Sebab bisa jadi kita gunakan akal bukan dalam bingkai iman. Dan itu serupa menggunakan mobil pinjaman, namun abai menafikan yang meminjamkannya. Apakah yang selanjutnya terjadi jika demikian kondisinya? Adakah kita kan dipinjami lagi? Tentu tidak, bukan? Demikian pula dengan akal dan seluruh diri ini. Kita kan mempertanggung jawabkan setiap detik penggunaannya. Akal yang justru digunakan tuk mendurhakaiNya, kan menerima balasan setimpal pada waktunya kelak. Mengerikan, sungguh mengerikan.
Sebaliknya, apa yang kan terjadi kala kita meminjam mobil, menggunakannya dengan baik, memeliharanya, dan memuji-muji pemiliknya? Tentu ia kan senang, berkenan meminjamkannya, bahkan mungkin memberikannya sekalian. Inilah yang terjadi pada pengguna akal dengan iman. Ilmunya berkah, kian bertambah-tambah, dari jalan yang tak diduga-duga. Dia punya kuasa mengalirkan cahaya lewat celah mana saja.